“ Tinjauan Yuridis Kejahatan
Kekerasan Terhadap Perempuan Di wilayah Hukum di
Poltabes Pekanbaru”
Pada masa sekarang ini banyaknya kekerasan terhadap
perempuan (Violence Agains Women). Menunjukkan peningkatan secara kualitas maupun secara
kuantitas, keadaan ini sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian yang
serius dan diwaspadai oleh pemerintah ataupun kalangan masyarakat.
Kekerasan terhadap perempuan disini dapat terlihat pada
pelecehan seksual, perkosaan, pelacur, cabul dan lain-lain. Kejahatan seksual
memiliki dimensi yang berberda dari kejahatan lainnya disebabkan karena
kejahatan disini bukan hanya menimpa perempuan dewasa, namun juga tergolong
dibawah umur (anak-anak). Kejahatan disini bukan saja berlangsung dilingkungan
perusahaan, kantor atau ditempat-tempat tertentu yang memberikan peluang
manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat juga
terjadi dilingkungan keluarga seperti kekerasan didalam rumahtangga.
Berbicara mengenai tindak pidana itu baik tindak pidana
kekerasan terhadap perempuan. Maka tidak lepas berbicara masalah kejahatan
karena kekerasan terhadap perempuan termasuk kejahatan, kejahatan atau criminal
merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan lekat
pada setiap bentuk masyarakat tidak ada masyarakat sepi dari kejahatan.
Kejahatan adalah gejala social yang senantiasa dihadapi
oleh setiap masyarakat didunia ini. Adapun usaha manusia utnuk menghapusnya
kegiatan itu tidak mungkin tuntas karena kejahatan itu memang tidak dapat
dihapuskan kecuali dikurangi intensitas maupun kualitasnya.
Didalam kitab-kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
tidak mengenal istilah kejahatan kekerasan terhadap perempuan, bahkan dalam
rancangan undang-undang yang baru tidak menggunakan istilah kekerasan terhadap
perempuan. Namun terdapat pasal-pasal dalam KUHP, yang tidak memungkinkan
perempuan yang menjadi korban kekerasan mengadukan perkaranya ke polisi. Pasal-pasal
tersebut, yang berhubungan dengan kejahatan kekerasan terhadap perempuan adalah
: “ kejahatan kesusilaan “ ( bab VI buku ke II, pasal 281-297), “ Pelanggaran
kesusilaan, ” kejahatan terhadap nyawa “
( bab XIX, pasal 338-340) serta Undang-Undang no 23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan didalam rumah tangga.
Namun dalam skripsi ini pembahasan akan dibatasi hanya
kepada “ kejahatan kesusilaan“ karena jenis kejahatan ini paling relevan
dibahas berkaitan dengan kekerasan yang
dialami oleh perempuan. Dengan memasukkan perkosaan kedalam pasal-pasal
mengenai kejahatan kesusilaan, berarti perkosaan dianggap sebagai Crime against ethichs.
Kejahatan kekerasan terhadap perempuan memiliki dimensi
yang berbeda dari kejahatan lainnya. Dimana setiap Negara ataupun kelompok
masyarakat akan memiliki cara pandang tersendiri dalam hal ini tercermin pada
bagaimana dan cara memberikan reaksi terhadap pelanggaran kejahatan itu
sendiri. Setiap aturan hukum ( Pidana ) manapun
apabila berkaitan dengan kejahatan kekerasan selalu didasarkan atas 3
fundamen yang membentuk karakteristik hukum pidana yaitu :
1.
Dasar Filosofi pelanggaran
suatu perbuatan yang memuat prinsip atau azas serta nilai-nilai yang hendak ditegakkan
2.
Dasar Yuridis, yang membentuk
kontruksi yuridis perumusannya dari ( perbuatan yang dilarang atau tidak
dikehendaki)
3.
Dasar Sosiologis, yang
menentukan ditempat mana hukum pidana itu disusun dan ditegakkan.
Manusia mempunyai kepentingan yang berbeda-beda bahkan
dapat berwujud sebagai pertentangan prinsipil.
Perhatian terhadap kejahatan kekerasan mengharuskan
dibedakan berbagai kategori kejahatan kekerasan yaitu:
- Domestic Violence (Kekerasan dalam rumahtangga, umumnya terhadap perempuan).
- Child Abuse (Kekerasan terhadap anaknya, umumnya orang tua terhadap anaknya)
- Kejahatan kekerasan lainnya oleh orang dewasa.
Selain dari pada pemerkosaan dan pemidanaan terhadap perkosaan
yang dilihat, sering juga orang membicarakan penanggulangan akibat-akibat yang
ditimbulkannya.
Diwilayah hukum Poltabes Pekanbaru . pada tahun
2003-2006 akhir. Terjadinya kejahatan
kekerasan terhadap perempuan cukup banyak terjadi. Yang mana dalam pemidanaannya tidak sesuai dengan apa
yang diperbuat oleh pelaku pemerkosa, selain sulitnya pembuktian kasus-kasus
perkosaan dipersidangan semakin menutup peluang perempuan untuk mendapatkan
keadilan.
Masalah yang berkaitan dengan sulitnya pembuktian yaitu
:
a.Bahwa menyangkut keterangan saksi ( yang sering tidak dapat
dipenuhi oleh pihak korban).
b. Visum : dokter sering menghadapi kendala dalam
menetapkan visum, karena tanda-tanda pemerkosaan sudah hilang, bila korban
tidak segera melapor atau karena korban segera membersihkan dirinya setelah
kejadian.
Yang lebih penting lagi merugikan korban adalah :
ketiadaan pemahaman dan kepekatan Gender dari penegak hukum yang menangani
kasus perkosaan. Dilihat dari pasal 285 KUHP yang berbunyi :
“ Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan,
diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun”.
Dari rumusan diatas dapat disimpulakn bahwa unsure yang
harus ada untuk adanya tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh adalah :
1.
Barang Siapa.
2.
Dengan Kekerasan
3.
Dengan ancaman kekerasan
4.
Memaksa
5.
Seorang Wanita (diluar
perkawinan)
6.
Bersetubuh.
Kejahatan terhadap perempuan khususnya perkosaan disini
dilakukan dengan unsure memaksa kiranya jelas bahwa perkosaan harus dilakukan
dengan “ sengaja”. Oleh karena itu kekerasan terhadap perempuan meliputi unsure
kesengajaan, tetapi tidak terbatas pada perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
-
Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi
dalam rumah tangga, termasuk pemukulan,
penyalahgunaan seksual terhadap anak-anak perempuan dalam rumahtangga ,
praktek-praktek tradisonal lain yang merugikan perempuan.
-
Kekerasan fisik, seksual dan
psikologis yang terjadi dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan pelecehan seksual
dan ancaman-ancaman ditempat kerja, disekolah-sekolah, serta perdagangan
perempuan maupun pemaksaan pelacuran.
-
Kekerasan fisik, seksual dan
psikologis yang dilakukan atau dibiarkan oleh Negara.
Gejala meningkatnya kejahtan perkosaan ini tidak
terlepas dari dinamika perkembangan daerah kota Pekanbaru dan tentunya sudah meresahkan
masyarakat sekitarnya. Dapat dilihat dengan banyaknya beredar dimasyarakat
seperti : pencabulan, penganiayaan, perkosaan terhadap perempuan.
Salah satu hambatan yang ada selain factor ekonomi,
social dan budaya adalah merosotnya kewibawaan hukum yang memeberikan peluang
kepada penjahat. Hambatan lain adalah sifat menerima apa adanya, walaupun ada kejahatan yang timbul
korban enggan memberikan laporan atau takut memberikan keterangan yang jelas
karena khawatir dihadang oleh penjahat serta suka menerima apa adanay setiap perlakuan
hukum yang kurang adil padanya.
Berdasarkan gambaran diatas penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “ Tinjauan Yuridis
Kejahatan Kekerasan Terhadap Perempuan Di wilayah Hukum Poltabes Pekanbaru”.
Untuk lebih terarahnya penelitian dan mempermudah dalam
memahami maksud dan tujuan penulisan skripsi ini serta untuk menghindari
penafsiran yang berbeda tentang judul penelitian ini, maka penulis memberikan
batasan terhadap terhadap judul penelitian ini.
No comments:
Post a Comment