Saturday, May 4, 2013

Metode Penelitian Hukum:


“ Tinjauan Yuridis Kejahatan Kekerasan Terhadap Perempuan Di wilayah Hukum di
Poltabes Pekanbaru”

Pada masa sekarang ini banyaknya kekerasan terhadap perempuan (Violence Agains Women). Menunjukkan peningkatan secara kualitas maupun secara kuantitas, keadaan ini sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian yang serius dan diwaspadai oleh pemerintah ataupun kalangan masyarakat.
Kekerasan terhadap perempuan disini dapat terlihat pada pelecehan seksual, perkosaan, pelacur, cabul dan lain-lain. Kejahatan seksual memiliki dimensi yang berberda dari kejahatan lainnya disebabkan karena kejahatan disini bukan hanya menimpa perempuan dewasa, namun juga tergolong dibawah umur (anak-anak). Kejahatan disini bukan saja berlangsung dilingkungan perusahaan, kantor atau ditempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat juga terjadi dilingkungan keluarga seperti kekerasan didalam rumahtangga.

Berbicara mengenai tindak pidana itu baik tindak pidana kekerasan terhadap perempuan. Maka tidak lepas berbicara masalah kejahatan karena kekerasan terhadap perempuan termasuk kejahatan, kejahatan atau criminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan lekat pada setiap bentuk masyarakat tidak ada masyarakat sepi dari kejahatan.
Kejahatan adalah gejala social yang senantiasa dihadapi oleh setiap masyarakat didunia ini. Adapun usaha manusia utnuk menghapusnya kegiatan itu tidak mungkin tuntas karena kejahatan itu memang tidak dapat dihapuskan kecuali dikurangi intensitas maupun kualitasnya.
Didalam kitab-kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengenal istilah kejahatan kekerasan terhadap perempuan, bahkan dalam rancangan undang-undang yang baru tidak menggunakan istilah kekerasan terhadap perempuan. Namun terdapat pasal-pasal dalam KUHP, yang tidak memungkinkan perempuan yang menjadi korban kekerasan mengadukan perkaranya ke polisi. Pasal-pasal tersebut, yang berhubungan dengan kejahatan kekerasan terhadap perempuan adalah : “ kejahatan kesusilaan “ ( bab VI buku ke II, pasal 281-297), “ Pelanggaran kesusilaan,  ” kejahatan terhadap nyawa “ ( bab XIX, pasal 338-340) serta Undang-Undang no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan didalam rumah tangga.
Namun dalam skripsi ini pembahasan akan dibatasi hanya kepada “ kejahatan kesusilaan“ karena jenis kejahatan ini paling relevan dibahas berkaitan  dengan kekerasan yang dialami oleh perempuan. Dengan memasukkan perkosaan kedalam pasal-pasal mengenai kejahatan kesusilaan, berarti perkosaan dianggap sebagai Crime against ethichs.
Kejahatan kekerasan terhadap perempuan memiliki dimensi yang berbeda dari kejahatan lainnya. Dimana setiap Negara ataupun kelompok masyarakat akan memiliki cara pandang tersendiri dalam hal ini tercermin pada bagaimana dan cara memberikan reaksi terhadap pelanggaran kejahatan itu sendiri. Setiap aturan hukum ( Pidana ) manapun  apabila berkaitan dengan kejahatan kekerasan selalu didasarkan atas 3 fundamen yang membentuk karakteristik hukum pidana yaitu :
1.      Dasar Filosofi pelanggaran suatu perbuatan yang memuat prinsip atau azas serta  nilai-nilai yang hendak ditegakkan
2.      Dasar Yuridis, yang membentuk kontruksi yuridis perumusannya dari   ( perbuatan yang dilarang atau tidak dikehendaki)
3.      Dasar Sosiologis, yang menentukan ditempat mana hukum pidana itu disusun dan ditegakkan.
Manusia mempunyai kepentingan yang berbeda-beda bahkan dapat berwujud sebagai pertentangan prinsipil.
Perhatian terhadap kejahatan kekerasan mengharuskan dibedakan berbagai kategori kejahatan kekerasan yaitu:
  1. Domestic Violence (Kekerasan dalam rumahtangga, umumnya terhadap perempuan).
  2. Child Abuse (Kekerasan terhadap anaknya, umumnya orang tua terhadap anaknya)
  3. Kejahatan kekerasan lainnya oleh orang dewasa.
Selain dari pada pemerkosaan dan pemidanaan terhadap perkosaan yang dilihat, sering juga orang membicarakan penanggulangan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Diwilayah hukum Poltabes Pekanbaru . pada tahun 2003-2006 akhir.  Terjadinya kejahatan kekerasan terhadap perempuan cukup banyak terjadi. Yang mana  dalam pemidanaannya tidak sesuai dengan apa yang diperbuat oleh pelaku pemerkosa, selain sulitnya pembuktian kasus-kasus perkosaan dipersidangan semakin menutup peluang perempuan untuk mendapatkan keadilan.
Masalah yang berkaitan dengan sulitnya pembuktian yaitu :
a.Bahwa menyangkut  keterangan saksi ( yang sering tidak dapat dipenuhi oleh pihak korban).
b. Visum : dokter sering menghadapi kendala dalam menetapkan visum, karena tanda-tanda pemerkosaan sudah hilang, bila korban tidak segera melapor atau karena korban segera membersihkan dirinya setelah kejadian.
Yang lebih  penting lagi merugikan korban adalah : ketiadaan pemahaman dan kepekatan Gender dari penegak hukum yang menangani kasus perkosaan. Dilihat dari pasal 285 KUHP yang berbunyi :
“ Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Dari rumusan diatas dapat disimpulakn bahwa unsure yang harus ada untuk adanya tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh adalah :
1.      Barang Siapa.
2.      Dengan Kekerasan
3.      Dengan ancaman kekerasan
4.      Memaksa
5.      Seorang Wanita (diluar perkawinan)
6.      Bersetubuh.
Kejahatan terhadap perempuan khususnya perkosaan disini dilakukan dengan unsure memaksa kiranya jelas bahwa perkosaan harus dilakukan dengan “ sengaja”. Oleh karena itu kekerasan terhadap perempuan meliputi unsure kesengajaan, tetapi tidak terbatas pada perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
-          Kekerasan  fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam rumah tangga,     termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual terhadap anak-anak perempuan dalam rumahtangga , praktek-praktek tradisonal lain yang merugikan perempuan.
-          Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan pelecehan seksual dan ancaman-ancaman ditempat kerja, disekolah-sekolah, serta perdagangan perempuan maupun pemaksaan pelacuran.
-          Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibiarkan oleh Negara.
Gejala meningkatnya kejahtan perkosaan ini tidak terlepas dari dinamika perkembangan daerah kota Pekanbaru dan tentunya sudah meresahkan masyarakat sekitarnya. Dapat dilihat dengan banyaknya beredar dimasyarakat seperti : pencabulan, penganiayaan, perkosaan terhadap perempuan.
Salah satu hambatan yang ada selain factor ekonomi, social dan budaya adalah merosotnya kewibawaan hukum yang memeberikan peluang kepada penjahat. Hambatan lain adalah sifat menerima  apa adanya, walaupun ada kejahatan yang timbul korban enggan memberikan laporan atau takut memberikan keterangan yang jelas karena khawatir dihadang oleh penjahat serta suka menerima apa adanay setiap perlakuan hukum yang kurang adil padanya.
Berdasarkan gambaran diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ Tinjauan Yuridis Kejahatan Kekerasan Terhadap Perempuan Di wilayah Hukum Poltabes Pekanbaru”.
Untuk lebih terarahnya penelitian dan mempermudah dalam memahami maksud dan tujuan penulisan skripsi ini serta untuk menghindari penafsiran yang berbeda tentang judul penelitian ini, maka penulis memberikan batasan terhadap terhadap judul penelitian ini.


No comments:

Post a Comment