Friday, November 25, 2016

Jalan jalan dari Pekanbaru ke Tanjung Pinang


Seperti apakah Kota Tanjung Pinang itu, pertanyaan besar di hati. Ay__suamiku__ selalu bercerita soal asyiknya tinggal di Kota itu. Ia pernah tinggal lumayan lama disana, ia bersekolah SMP dan SMA kelas satu di Tanjung Pinang. Tapi sekalipun aku tak pernah menginjakkan kaki disana. Rada miris, tapi yah begitu dia tak pernah mengajak dna setiap kuajak ia tak pernah mengiyakan tuk berkunjung kesana. Dosa masa lalu terlalu banyak tersimpan disana kali, kekekek. Kita sudahi menggosip tentang dia. 

Tanjung Pinang merupakan Ibukota dari Propinsi Kepulauan Riau. Ia terletak di koordinat 0º5' lintang utara dan 104º27' bujur timur, tepatnya di Pulau Bintan, luas wilayahnya 848km. Itu kata mbah google di wikipedia. Kita iyain aja yah. 

Searching sana sini ga nemu data yang lengkap, naik apa yah kesana dari Pekanbaru?. Nanya teman ternyata alternatifnya naik kapal ferry atau naik pesawat dulu ke Batam sambung by ferry ke Tanjung Pinang. Subhanallah rempong yak. Perasaan tetangga deh, dulu juga satu daerah kok seribet itu transportasinya. Tolong donk pemerintah daerah dipikirin. Masak semuanya apa apa ke Jakarta terus. Indonesia bukan Jakarta aja loh, Sumatera juga Indonesia, hellow!!!. 

Pelabuhan Tanjung Pinang 
Akhirnya memutuskan menggunakan pesawat ke Batam lalu lanjut by ferry. Keberangkatan siang pukul 12:05 menggunakan Citilink menuju Batam. Di hari kerja Senin (14/12) beda banget isi penumpang pesawat semuanya eksekutif, aku duduk di 1C dan lagi lagi aku tak ngeh soal wajah. Disampingku duduk orang tajir se Pekanbaru, asistennya sibuk nanyain kursi aku ke flight attendant aku cuek aja. Sampai turun baru ngeh. Dasar penyakit. Selebihnya orang tua yang akan berobat dipandu oleh saudara, istri atau suaminya. 


Sampai di Batam, Hang Nadim aku menggunakan Taksi. Taksi dari Bandara ke Pelabuhan 150k. Kita harus membayar Rp 5000,- charge bandara lalu membayar sesuai perjalanan dan membayar lagi Rp 15.000,- ke Pelabuhan Telaga Punggur untuk melanjutkan perjalanan by ferry ke tanjung Pinang. 


Pemandangan di Pelabuhan Batam

Baiknya pakai koper atau tas apa?
Aku bertanya tanya pakai koper atau sling bag gede atua ransel yah. Setelah konsultasi dengan teman yang tinggal disana mereka menyarankan menggunakan sling bag dan ransel. Aku menggunakan slingbag Reebok sekitar fit untuk 4 baju dan ransel kecil. 

Ini kuamini saja, karena takutnya jalanan di Pelabuhan tak memadai sehingga membuat aku repot mengangkat koper sana-sini. Dan aku salah, ternyata jalanan menuju kapal bagus, dan cukup lumayan panjang sehingga bawa slingbag malah buat repot dan sakit punggung. Asem. 

Mau gimana lagi tak ada review jelas tentang hal ini. 

Akhirnya sampai pelabuhan dan total yang harus dibayarkan sekitar Rp 100.000,- itu sudah termasuk charge Rp15.000,-. Tiket menuju Tanjung Pinang kita bisa menggunakan memilih: Baruna harga tiket Rp 58.000,- dan Oceana Rp 62.000. Dengan harga yang tak jauh beda, namun fasilitasnya lumayan jauh beda. pergi kami menggunakan Baruan dan saat balik menggunakan Oceana. Aku saranin sih Oceana. Keduanya dilengkapi pendingin ruangan yang super duper dingin, namun Oceana lebih maksimal dalam hal pelampung. tersedian di lokasi yang tepat, banyak serta bersih. Rada seram kan karena penyebrangan 1jam yang dilewati selat dan laut gede, goncangannya juga lumayan. Sekitar 1 jam tiba dan kami dijemput oleh supir hotel. Kami menginap di Pelangi Hotel



.
Pelangi Hotel Tanjung Pinang

Lokasinya di Batu enam, aku sengaja tak foto, karena kurang begitu sreg dengan bangunannya. Kelebihan hotel ini kita ajakn diantar jemput kemana saja saat mobil stay. dan bisa menunggu dan buat janji dengan recepsionist mengenai jadwal penggunaan mobil. 

Namun dari segi fasilitas kamar tidak banget, tempat tidurnya sudah tua sangat, kamar mandi tidak terlalu bersih. Dan sarapan yang sangat tidak memadai dari segi rasa dan pilihan. Menginap disini juga tidak murah dengan fasilitas seadanya begitu kita harus membayar hampir Rp 500.000,-/night. 

Bintan Hotel Resort
Sekali kami pindah ke hotel ini, pemandangannya sangat bagus berada di tepi laut dengan taman yang sangat luas dan harga murah 300-400k. Kasur dan kamar mandi oke, cuma rada bau apek. Tapi lokasinya lumayan jauh dari kota jika tidak memiliki kendaraan akan repot. Dan yang sangat mengecewakan adalah sarapan pagi yang sangat buruk, nasi goreng tak berasa, piring tampak berdebu. Selai dan gula berantakan, saya putuskan mengambil teh yang akhirnya tak tersentuh. 
Pemandangan dari Kamar Hotel


Wisata di Kota Tanjung Pinang

Karena jalannya sembari kerja jadilah jalan jalan minimalis. Aku hanya bisa berjalan di tengah kota tidak sempat menyebrang ke daerah yang katanya banyak tempat bagus seperti Lagoi dan lainnya. 

1. Makan di tepi laut

Makan di tepi laut aku jabanin malam hari, pengen merasakan semilir angin laut, deburan ombak di tepi pantai. Tapi kenyataannya tak seindah khayalan. Lautnya ga kelihatan dan g ada angin dan pantai. Kita hanya bisa dihibur dengan ikan yang super duper fresh harganya juga murah. Ikan kakap harganya per ekor Rp 40.000,-. Dan menikmati sepiring gonggong Rp 30.000,-. Banyak tempat makan seafood yang enak mulai dari yang murah dan yang mahal. Steam ikan juga wajib coba, dan udang nestum. Sayang keasyikan makan jadi ga kefoto. 


Gonggong

Kakap Bakar

Sup Ikan



2. Pasar Tanjung Pinang
Diantar supir hotel akhirnya aku pergi kepasar bebruru oleh oleh. Banyak beragam ikan asin dan ikan teri. Tapi ya mau beli alergi ikan asin, beli ikan teri aja dan kerupuk atom. Banyak yang tak ditemui di tempat lain, sirip hiu dan beragam ikan yang diawetkan.  













3. Seafood Kandang Lembu
Aku rada lupa nih namanya, tapai kalau ga salah kandang lembu.Tempat banyak banget menjual makanan seafood. Tapi harus hati hati karena ada juga yang non halal. Beraneka ragam jenis seafood dan jajanan  disini harga pun terjangkau. Tapi rasanya tak senikmat di tepi laut. Bahkan bisa dikatakan jauh sekali lebih buruk 

Tiga hari dua malam di Kota ini memberi kesan harus balik lagi, pertama kesannya Begini Aja ya. Tapi rasanya nyaman kutemui karena berada di Kota yang tak terlalu ramai, aman penduduk sangat ramah jika kita bertanya. Kesannya jika dikelola dengan baik ini kota bisa menjadi Santorini Indonesia. Karena kondisinya yang berbukit bukit dan di tepi laut. Mungkin harus lebih banyak yang dijelajahi dan di eksplore. Aku akan datang lagi, dan lebih banyak menulis tentang Kota ini. 

4. Pulau Penyengat 
Pulau penyengat terkenal dengan Masjid Raya Sultan Riau yang dahulu dicat dari kuning telur. Tak hanay itu Raja Ali Haji yang merupakan Pahlawan Nasional yang membuat Gurindam Dua Belas dimakamkan di Pulau ini. Sejarah Melayu Riau dapat dilihat disini dari makam dan beberapa peninggalannya berupa benteng yang masih kokoh berdiri. Di Masjid dilarang mengambil gambar tetapi kami diijinkan oleh Gharim mesjid. 
Kata penjaga Makam Putri Hamidah pulau ini merupakan mahar dari Sultan untuk Putri. 

Masyarakat sangat menjaga kebersihan tak nampak sampah jika kita menelusuri kota ini. Kita bisa menyewa becak keliling kota membayar Rp 30.000. 

Untuk pergi kesana kita haru menyebrang dari Tanjung pinang membayar Rp 7000,00 jika penumpang telah berjumlah 15 maka siap berangkat. Atau dengan menyewa kapal Rp 100.000,-. Tak perlu menyewa, karena setiap 20 menit ada kapal yang berangkat. 


Membayar Roro penyebrangan Pulau Penyengat





Mesjid Pulau Penyengat

Pemandangan depan Mesjid 

Tempat berdiskusi di depan Mesjid

Tempat berwudhu

Jendela Mesjid tebalnya 1meter

Tiang Mesjid












Pemilik Pulau Penyengat 


Makam Raja Ali Haji di luar makam Engku Putri/Raja Hamidah


Jalanan di sekitar pulau






Sumur yang berusia ratusan tahun, berada di tepi laut tetapi tetap tawar



Teman di Tanjung Pinang : Alam, Zainal, Darwin, Bhilly dan maaf selalu lupa nama



Kalau ke Tanjung Pinang kalian harus ke Lagoi, karena tempatnya kece badai, namun waktu yang sempit tak memungkinkan kesana. Ya mungkin lain kali ya, bareng suami