Tuesday, April 30, 2013

Makalah Etika Profesi


PENEGAKAN HUKUM DI PENGADILAN
Setiap ahli hukum dapat menafsirkan undang-undang guna menyelesaikan kasus yang dihadapi. Dalam hal ini kemungkinan timbulnya kem,ungkinan bermacam makna yang bersifat subjektif berdasarkan masing-masing argumentasi. Karena ini menyangkut penyelesaian perkara dimuka pemngadilan, berarti merupakan bahan pertimbangan bagi hakim untuk memberi keputusan adil yang tepat.
            Bagaimanapun subjektifitas tak dapat dihindari, tetapi pada control yang dapat meluruskan hal ini sehingga tidak terjebak dalam kekakuan. Control itu adalah kode etik profesi. Advokat dikontrol oleh kode etik, hakim dikontrol oleh kode etik, walaupun semua profesi memilki kode etik tetapi jika praktek di pengadilan tidak mempunyai aturan semuanay sama saja dengan bohong.
            Justru praktek hukum itu akan terlihat jelas kala kita beracara  di pengadilan. Pengadilan merupakan tempat bersaksinya seluruh kegiatan peradilan yang dapat di lihat masyrakat, dan juga sebagai control bagi aparat yang bertindak semaunya. Masalahnya saat ini apakah hukum positif itu sudah di tegakkan diruangansuci itu?…
Untuk itulah kami mencoba untuk mengulik sedikit mengenai peranan penegakan huum yang seharusnya berjalan dimuka pengadilan itu apakah sudah terlaksana sebagaimana mestinya.


1. ARTI PENEGAKAN HUKUM
Pengertian hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaanya agar tidak terjadi pelanggaran, dam jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:
1.      teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi (percobaan)
2.      pembebanan kewajiban tertentu
3.      pengisihan atau pengucilan
4.      pengenaan sanksi badan
Dalam pelaksaan tugas tugas penegakan hukum, penegak hukum wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan. Empet norma yang penting bagi penegakan hukum adalah kemanusiaan, keadilan,kepatutan,dan kejujuran.

2. KEMANUSIAAN
Norma kemanusiaan menuntut agar dalam penegakan hukum manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia yang memiliki keluruhan pribadi. Di hadapan hukum, manusia harus dimanusiakan, artinya dalam penegakan hukum manusia harus dihormati sebagai pribadi sekaligus sebagai makhluk sosial. Martabat manusia yang terkandung dalam hak-hak manusia menjadi prinsip dasar hukum, yaitu dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Manusia menurut kodratnya adalah baik, namun kondisi hidup yang kadang kala memaksa manusia berbuat jahat justru untuk mempertahankan kodratnya itu. Untuk mempertahankan hidup, maka ia mencuri hak orang lain meski dia sadar bahwa mencuri itu dilarang oleh hukum positif. Menurut pertimbangannya, daripada mati kelaparan lebih baik bertahan hidup dengan barang curian, dan hidup adalah hak azasi yang wajib dipertahankan. Oleh karena itu manusia yang diancam sanksi dalam rangka penegakan kembali hukum positif yang telah dilanggarnya tetap diperlakukan sebagai manusia, yang wajib dihormati hak azasinya.

3. KEADILAN
Menurut Thomas Aquinas, keadilan adalah kebiasaan untuk memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya berdasarkan kebebasan kehendak. Kebebasan kehendak itu ada pada setiap manusia.hak dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat. Hak yang dimiliki oleh manusia melekat pada kodrat pada manusiua itu sendiri, jadi adanya hak itu dapat diketahui dari dua sisi. Padasatu sisi hak itu melekat pada diri karena kodrat manusia sedangkan pada sisi lain hak itu merupakan akibat hubungan dengan pihak lain melalui kontrak, keputusan hukum. Hak karena kodrat bersifat mutlak, sedangkan hak karena kontrak, keputusan hukum bersifat relatif.


4. KEPATUTAN
Pada dasarnya kepatutan merupakan sautu koreksi terhadap keadilan legal. Keadilan legal adalah keadilan yang menerbitkan hubungan antara individu dengan masyarakat atau negara. Yang diperlukan oleh manusia adalah koreksi atau aturan khusus terhadap dirinya. Kepatutan memperhatikan dan mempertimbangkan situasi dan keadaan manusia individual dalam penerapan keadilan. Kepatutan merupakan kebaikan yang menggerakkan manusia untuk berbuat secara rasional dalam menggunakan keadilan. Kepatutan menyingkirkan kekerasan dan kekejaman hukum terutama dalam situasi dan kondisi khusus (Notihamidjojo) dengan menggunakan kepatutan hubungan yang meruncing antara sesama manusia dikembalikan secara proporsi yang sewajarnya. Sebagai contih penggunaan kepatutan dapat ditelaah yurisprudensi penyalahgunaan hak (misbruicht van recht). 

B. PENAFSIRAN DAN KODE ETIK PROFESI
  1. PENAFSIRAN UNDANG-UNDANG
Salah satu kegiatan intelektual praktis penegakan hukum di pengadilan adalah penafsiran undang-undang.notohamidjojo (1975) menjelaskan bahwa ilmu hukum dogmatis bertolak dari tata hukum yang sudah ada dalam bentuk undang-undang guna menerangkannya sedemikian rupa sehingga orang mengerti dan menerimanya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan penafsiran undang-undang, yang menetapkan makna pasal-pasal undang-undang. Penafsiran adalah metode yang khas dalam penelitan hukum.
Penafsiran undang-undang bertujuan untuk memberi makna tertentu pada istilah atau rumusan pasal undang-undang. Makna tertentu diperlukan karena :
  • pasal undang-undang tidak mengandung penjelasan resmi;
  • walaupun ada penjelasan resmi, sifatnya hanya menyajikan contoh bukan memberikan makna;
  • pasal undang-undang bukan rumusan definisi ytang menyatakan suatu makna.
Untuk memberi makna yang sesuai dengan undang-undang diperlukan jenis penafsiran yang tepat. Ada beberapa jenis penafsiran yang dapat digunaka, antara lain:
a)      penafsiran gramatikal memberiu makna kata-kata yang dipakai sebagai istilah teknis undang-undang;
b)      penafsiran sistematis memberi makna undang-undang dalam hubungannya dengan undang-undang lain, atau antara hubungan pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam undang-undang;
c)      penafsiran historis memberi makna berdasar sejarah undang-undang dan penetapannya oleh pemerintah yang sah.
d)     Penafsiran otentik merupakan penafsiran resmi yang sudah ditentukan dalam undang-undang
e)      Penafsiran teologis memberi makna berdasarkan tujuan undang-undang yang ditetapkan itu
f)       Penafsiran kultural memberi makna berdasarkan budaya masyarakat tertentu yang besifat sosial etis

KONTROL KODE ETIK
Namun jangan lupa bahwa penafsiran undang-undang hanya diperlukan apabila berhubungan dengan kasus nyata dalam praktek hukum sebagaimana undang-undang itu berlaku. Setiap ahli hukum dapat menafsirkan undang-undang guna menyelesaikan kasus yang dihadapi itu. Dalam hal ini timbul kemungkinan bermacam makna yang bersifat subjektif berdasarkan masing-masing argumentasi. Kaean ini menyangkut penyelesaian perkara di muka pangadilan, berarti merupkan bahan pertimbangan bagi hakim untuk memberikan keputusan yang adil.
Bagaimanapun subjektivitas itu  tidak dapat dihindari, tetapi ada kontrol yang meluruskan, sehingga tidak terjebak dalam kelakuan. Kontrol itu adalah kode etik profesi sebagai jelmaan keyakinan hati nurani. Penafsiaran Advokat dikontrol dari kode etik Advokat dan penafsiran Hakim dikontrol dari kode etik Hakim. Jadi walaupun Advokat dan Hakim sama-sama bebas menafsirkan undang-undang dalam penyelesaian perkara, berkat kontrol dari kode etik profesi, akhirnya menuju keputusan yang dipertimbangkan adil.
Jelaslah bahwa penafsiran berfungsi sebagai upaya memberi makna, sehingga undang-undang dapat ditegakkan dimuka pengadilan, kode etik profesi berfungsi sebagai kontrol pengambilan keputusan yang tepat.

PRAKTEK HUKUM DI PENGADILAN
Praktek hukum tampak pada cara menggunakan hukum dimuka pengadilan. Hakim berhubungan langsung dengan masyarakat yang diatur oleh hukum. Hakim bertugas menemukan perkara hukum dalam perkara konkrit. Masalahnya ialah bagaimana cara Hakim mengambil keputusan? Apa fungsi hukum positif (undang-undang, kode etik) dalam proses penegakan hukum dimuka pengadilan?

1.                  Ajaran legalisme (rasionalisme)
Praktek hukum dipengadilan sering kali dipandang masyarakat serinng kali dipandang sebagai penerapan undang-undang pada perkara konkret secara rasional belaka. Pandangan ini disebut legalisme atau legisme. Mmenurut pandangan legisme undang-undang dianggap keramat, yakni sebagai peraturan yang dikukuhkan oleh Tuhan, atau sebagai sistem logis yang berlaku bagi semua perkara karena  bersifat rasional. Oleh karena itu ajaran legisme disebut sebagai ajaran rasionalisme. Penganut ajaran legisme atau rsioalisme antar lain adalah John Austin Hans Kelsen, Max Webber.
Pada abad ke-3 sebelum masehi jaran legisme dibela dan dipraktekkan di Cina. Hukum [positif yang ditetapkan oleh kaisar berlaku mutlak dan umum bagi semua warga negara, Hakim hanya dapat menerapkan saja. Ajaran legalisme yang mensahkan praktek, mendorong penguasa untuk memperbanyak undang-undang sampai seluruh kehidupan diatur secara yuridis. Menurut ajaran legalisme, apabila peraturan undang-undang baik maka kehidupan bersama akan baik pula.

2.                  Teori hukum Bebas
Praktek hukum dipengadilan juga dibahas oleh ajaran hukum bebas. Jaran hukum bebas merupakan ajaran sosiogis yang radikal, yang dikemukakan oleh mzhab hukum Amerika. Ajaran hukum bebas menganut kebebasan Hakim dalam menerapkan undang-undang. ajaran ini merupakan antitese terhadap ajaran legalisme.
Sepperti yang dikemukakan oleh Huijbers, mazhab realisme hukum merupakan bagian dari ajaran pragmatisme yang berkembang luas di Amerika. Ajran hukum bebbas menganut prinsip kebebasan Hakim dalam menerapkan undang-undang. Menurut ajaran ini Hakim dapat memutus perkara tanpa terikat pada undang-undang. Ajaran ini merupakan antitese terhadap ajaran legalisme.
Seperti dikemukakan oleh Hujbers, mazhab realisme hukum merupakan ajaran dari pragmatisme yang berkembang luas di Amerika. Inti realisme hukum adalah bahwa kebenaran tidak terdapat dalam teoti, melainkan dalam praktek hukum.praktek hukum dalah kebijaksanaan Hakim dalam menafsirkan undang-undangsecara teoritis (logis sistematis), melainkan secara praktis. Jadi, sebenarnya yang membuat hukum itu adalah Hakim. Kaisah-kaidah tidak lain dari generalisasi kelakuan para Hakim. Hakim seharusnya a cretive Lawyer: in accordance with justice and equity. Kepurusan-keputusan Hakim dijadikan inti hukum.
Dipandang dari segi keberlakuan kode etik, hakim tidak lain harus berpegang pada kode etik karena hakim dalam membuat keputusan dapat mengenyampingkan undang-undang. Kebebasan Hakim tanpa kontrol sama saja dengan melanggar undang-undang. Namun karena ia berpegang teguh pada kode etik, kebebasan Hakim diarahkan pada kebaikan bukan keburukan. Kebebasan hakim itu adalah kebebasan mencari kebenaran. Jadi jika ternyata undang-undang sendiri tidak menjamin kebenaran itu, Hakim dapat menyampingkannya dan mengadili menurut suara hati nuraninya yang tidak lain daripada kebenaran ddan kadilan. Dengan demikian kode etik hakim berfungsi melebihi fungsi undang-undang.

3.                  Ajaran penemuan hukum
      Menurut ajaran ini Hakim m,enmcari dan menemukan keadilan dalam batas kaidah-kaidah yang telah ditentukan, dengan menerapkannya secara kreatif pada setiap perkara konkret. Ajaran ini tetap mempertahankan keunggulan undang-undang sebagai landasan pengambilan keputusan, tetapi situasi konkret mengenai kepentingan-kepentingan dalam setiap perkara dipertimbangkan sunguh-sungguh. Keputusan Hkim seperti ini dapat pula diikuti Hakim dalam perkara yang sejenis (yuriprudensi) ajaran penemuan hukum ini disebut rechtsvinding. Ajaran ini merupkan sintese antara ajaran legalisme dan ajaran hukum bebas.
Ajaran ini tumbuh setelah orang besikap ragu-ragu terhadap kesempurnaan logika yuridis. Akibat keraguan tersebut para Hakim lalu mengindahkan kepentingan-kepentingan yang dipertaruhkan dalam setiap perkara guna mencari keseimbangan tersebut. Dalm mencari keseimbangan itu Hakim tidak hanya terampil, melainkan juga harus kreatif. Artinya dalam menemukan keadilan, keputusan Hakim bukan sebagai hasil proses berpikir rasional semata-mata melainkan juga adlah keyakinan hati nurani. Alasan logis baru dicari sesudah keputusan diberikan, apabila itu diperlukan untuk pembenarannya. Daipandang dari segi keberlakuan kode etik Hakim ternyata ajaran ini sejalan benar dengan kode etik karena kesungguhan Hakim dalam menemukan dasar keputusan yang adil akhirnya barakar juga pada hati nurani yang manjamin kebenaran dan keadilan putusannya inilah yang disebut fungsi kode etik.

TANGGUNG JAWAB HAKIM.
Setiap Hakim bnertanggung jawab atas perbuatannya dibidang penegakan hukum. Tanggung jawab tersebut dibedakan antara tanggung jawab undang-undang dan tanggung jawab moral. Tanggung jawab undang-undang adalah tanggungjawab Hakim kepada penguasa karena telah melaksanakan peradilan berdasarkan perintah undang-undang. Tanggung jawab moral adalah tanggung jawab Hakim selaku makhluk Tuhan yang maha esa yang telah memberinya amanat supaya melaksanakan paradilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
1. Tanggung jawab kepada penguasa
Tanggung jawab Hakim kepada penguasa artinya telah melaksanakan peradilan dengan baik, menghasilkan keputusan yang bermutu dan berdampak positif bagi masyarakaat dan negara :
a.              Melaksanakan peradilan dengan baik. Peradilan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, dan kepatutan (equity).
b.             Keputusan bermutu. Keputusan yang ditetapkan olha Hakim merupakan perwujudan nilai-nilai undang-undang, hasil penghayatan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,   etika moral masyarakat dan tidak melanggar hak orang lain.
c.             Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Keputusan Hakim memberi manfaat kepada masyarakat sebagi keputusan yang dapat dijadikan panutan serta yurisprudensi serta masukan bagi pengembangan hukum nasional.
2. Tanggung jawab kepada Tuhan
            Tanggung jawab Hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa artinya telah melaksanakan peradilan sesuai dengan amanat Tuhan yang diberikan kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya.
            Dampak bagi Hakim yang memutus tidak adil memang tidak dapat diketahui karena itu telah menjadi rahasia Tuhan. Berlainan dengan undang-undang yang mengancam sanksi keras, ancaman itu dapat diketahui melalui rumusan undang-undang. Tetapi manusia tidak mengetahui bahwa sanksi Tuhan lebih keras lagi dan pastiu tidak dapat diketahui seketika, yang namannya hukuman pembalasan. Sautu ketika anak manusia lahir cacat, tetapi tidak disadari karena orang tuanya pernah berlaku tidak adil.  
 

  

       


            

No comments:

Post a Comment