Aneka Hukum Waris
Di Indonesia
Dari seluruh hukum yang ada dan
berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, maka hukum kewasrisan merupakan
bagian dari hukum kekeluargaan, hukum waris memegang peranan sangat penting.
Bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku daam
masyarakat. Hal ini disebabkan, hukum kewarisan itu sangat erat kaitannya
dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahkan setiap manusia pasti akan
mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya yang merupakan
peristiwa hukum dan lazim disebut meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum,
yaitu meninggalnya seseorang yang akibatnya keluarga dekatnya kehilangan
seseorang yang mungkin sangat dicintainya sekaligus pula dapat menimbulkan
akibat hukum, yaitu tentang bagaimana caranya kelanjutan pengurusan hak-hak
kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu. Penyelesaian dan pengurusan
hak-hak dan kewajiban seseorang sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena
meninggalnya seseorang diatur dalam hukum kewarisan.
2.1 Aneka Hukum Waris Di Indonesia
Hukum waris adalah hukum harta
kekayaan dalam lingkungan keluarga, karena wafatnya seseorang maka akan ada pemindahan harta
kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini
bagi orang-orang yang memperolehnya,
baik dalam hubungan antara mereka maupun antara mereka dengan pihak ketiga. Karena itu Hukum Waris merupakan kelanjutan Hukum Keluarga, tetapi
juga mempunyai segi Hukum Harta Kekayaan.
Di Indonesia terdapat aneka Hukum
Waris yang berlaku bagi warga negara Indonesia, dalam pengertian bahwa di
bidang Hukum Waris dikenal adanya tiga macam Hukum Waris, yaitu:
1)
Hukum Waris
Barat
Tertuang
di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2)
Hukum Waris
Islam
Merupakan
Ketentuan Alquran dan Hadist. Penggunaan hukum waris Islam tergantung pada keimanan seseorang, dengan
demikian maka keyakinan akan ke-Imanan seseorang, dengan demikian
maka keyakinan akan ke-Imanan merupakan factor utama.
3)
Hukum Waris
Adat
Beraneka,
tergantung di lingkungan mana masalah warisan itu terbuka.
Sebagaimana
diketahui di Indonesia faktor etnis mempengaruhi berlakunya aneka hukun adat
yang tentunya dalam masalah warisan pun mempunyai corak sendiri-sendiri. Dalam masalah hukum waris mana yang akan diberlakukan dalam
penyelesaian kewarisan yang timbul di lingkungan keluarga, hokum waris BW,
hokum waris Islam ataupun hokum waris Adat diserahkan pada kehendak yang
bersangkutan.
2.2 Pengaturan
Hukum Waris dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata
Berdasarkan
pasal 528 KUH Perdata, hak mewarisi
diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata menyebutkan hak waris
sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karenanya dalam
penempatannya dimasukkan dalam Buku II KUH Perdata (tentang benda).
Penempatan
Hukum Waris dalam Buku II KUH Perdata ini menimbulkan reaksi di kalangan para
ahli hukum karena mereka berpendapat bahwa dalam Hukum Waris tidak hanya tampak
sebagai hukum benda saja, artinya asprek-aspek hukum lainnya pun tersangkut
dalam Hukum Waris ini.
Harta
peninggalan selain berupa hak-hak kebendaan yang nyata ada, dapat juga berupa
tagihan-tagihan atau piutang-piutang dan dapat juga berupa sejumlah
hutang-hutang yang melibatkan pihak ketiga. Dalam hal inilah tersangkut aspek
Hukum Harta Kekayaan tentang Perikatan.
Menurut
undang-undang syarat utama untuk tampil sebagai ahli waris adalah adanya
hubungan darah, dengan demikian maka berarti pula bahwa aspek Hukum
Keluarga ikut menentukan dalam Hukum Waris. Oleh karenanya sementara
ahli hukum berpendapat untuk menempatkan Hukum Waris sebagai bagian tersendiri, tidak tercakup dalam Hukum
Harta Kekayaan ataupun Hukum Keluarga.
Menurut
ketentuan pasal 131 IS, Hukum Waris yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata berlaku bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan
orang-orang Eropa tersebut.
Dengan Staatsblad 1917 No.
129 jo Staatsblad 1924 No. 557 Hukum Waris dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata berlaku bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa. Dan berdasarkan
Staatsblad 1917 No. 12 tentang penundukan diri terhadap Hukum Eropa, maka bagi
orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan Hukum Waris yang tertuang
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tegasnya : Hukum Waris KUH Perdata
berlaku bagi:
1. Orang Eropa
dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa.
2. Timur Asing
Tionghoa
3. Timur Asing
lainnya dan pribumi yang menundukkan diri
2.3 Hak dan
Kewajiban Pewaris dan Ahli Waris
A.
Hak dan
Kewajiban Pewaris
Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti
bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam
sebuah testament/wasiat. Isi dari testament/wasiat tersebut dapat berupa:
1. Erfstelling, yaitu
suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan
sebagian atau seluruh harta peninggalan. Orang yang ditunjuk dinamakan testamentair erfgenaam (ahli waris
menurut wasiat).
2. Legaat, yaitu
pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat yang khusus.
Pemberian itu dapat berupa :
a. (hak atas)
satu atau beberapa benda tertentu
b. (hak atas)
seluruh dari satu macam benda tertentu
c. hak vruchtgebruik atas sebagian/seluruh
warisan (pasal 957 KUH Perdata).
Orang
yang menerima legaat dinamakan legataris.
Bentuk
testament ada tiga macam
1. Openbaar testament, yaitu
testament yang dibuat oleh seorang notaries dengan dihadiri oleh dua orang
saksi.
2. Olographis testament, yaitu
testament yang ditulis oleh si calon pewaris sendiri,kemudian diserahkan kepada
seorang notaries untuk disimpan dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
3. Testament rahasia, dibuat
oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan, kemudian testament tersebut
disegel dan diserahkan kepada seorang notaries dengandisaksikan oleh empat
orang saksi.
Kewajiban
Pewaris
Kewajiban
si pewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan
undang-undang. Ia harus mengindahkan legitiemie portie, yaitu suatu bagian
tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang
meninggalkan warisan (pasal 913 KUH Perdata). Jadi Legietime portie adalah pembatasan terhadap hak si pewaris
dalam membuat testament/wasiat.
B.
Hak dan
Kewajiban Ahli Waris
Dapat
diperinci sebagai berikut:
Setelah
terbuka warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap:
1) Menerima
secara penuh,yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain.Dengan tegas
yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akte yang memuat
penerimaannya sebagai ahli waris.
Secara
diam-diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya
sebagain ahli waris dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan
terhadap warisan yang meluang, yaitu dengan mengambil, menjual atau melunasi
hutang-hutang pewaris.
2) Menerima
dengan reserve (hak untuk menukar).Hal ini harus dinyatakan pada Panitera
Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka.
Akibat
yang terpenting dari warisan secara beneficiare ini adalah bahwa kewajiban
untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain si pewaris dibatasi sedemikian rupa
sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti
si ahli waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan
sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya.
3) Menolak Warisan. Hal ini mungkin jika ternyata jumlah
harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak
untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengansuatu
pernyataan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat.
Kewajiban ahli Waris
1) Memelihara
keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi.
2) Mencari cara
pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain.
3) Melunasi
hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang.
4) Melaksanakan
wasiat jika ada.
No comments:
Post a Comment