ANALISA KASUS KORUPSI
Dalam penyelenggara Negara telah terjadi praktek-praktek
usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tetentu yang meyuburkan korupsi,kolusi dan nepotisme, yang melibatkan
para pejabat Negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi- sendi
penyelenggaraan Negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional.Untuk hal ini ,
dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional yang berkeadilan ,
dibutuhkan peyelenggara Negara yang dapat dipercaya melalui usaha pemeriksaan
harta kekayaan para pejabat Negara dan mantan pejabat Negara serta seluruh
keluarganya.
Penyelenggara Negara juga , khususnya pada
lembaga-lembaga eksekutif , legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi
dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan
Negara. Untuk menjalankan fungsinya dan tugas tersebut, penyelenggara Negara
harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya sertta mampu membebaskan diri dari
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam
penyelenggaraan Negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya, harus
mengumumkan dan bersedia diperiksa
kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana
tersebut diatasdilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh Kepala Negara
yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyarakat.
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus
dilakukan secara tegas terhap siapapun juga, baik pejabat Negara, keluarga, dan
kroninya maupun pihak swasta/konglomerat dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia.
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
( KPK )
Tindak pidana korupsi
di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus
meningkat dari tahun ketahun, baik dari jumlah kasu yang terjadi dan jumlah
kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang
dialakukan semakin sistematis serta ruang lingkup yang memasuki seluruh aspek
kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali
akan membawa bencanan tidak saja bagi kehidupan ekonomi nasional tetapi juga
pada kehidupan berbangsa dan bertanah air pada umumnya.Tindak pidana korupsi
yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social
dan ekonomi masyarakat , karena itu semua
maka tindak pidana korupsi tidak dapat lagi dapat digolongkan sebagai kejahatna
biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa . begitupun dalam
usaha pemberantasannya tidak dapat lagi dilakukan secara biasa , tetapi dapat
dituntut cr-cara yang luar biasa.
Dewasa ini dirasakan bahwa lembaga pemerintah yang
menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan
efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi sehingga pemberantasan tindak
pidana korupsi yang terjadi sampai
sekarang belum dapat dilaksanakan secara
optimal.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara konvensional selam ini terbukti mengalami berbgagai
hambatan . untuk itu diperlukan metode dan penegakan hukum secara luar biasa
melalui pembentukan salah satu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas,
independent serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi yang pelaksanaannya
dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional serta
berkesinambungan.
KEWENANGAN KPK
Ø Mengkordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi.
Ø Menetapkan system pelaporan
dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
Ø Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepaqda instansi yang terkait.
Ø Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
Ø Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.
3. PERAN SERTA
MASYARARKAT
Ø Masyarakat dapat berperan serta membantu upaa pencegahan dan
pemberantasan korupsi , yang diwujudkan dalam bentuk:
1.
Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi.
2.
Hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
kepada perangkat hukum yang terkait terhadap tindak pidana korupsi.
3.
Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
ANALISA KASUS
Tindak pidana korupsi yang terjadi saat ini tak hnya terjadi dikalangan yang
biasa saja tetapi instansi yang teramat penting dalam kehidupan Negara juga
telah terkontaminasi dengan “virus” korupsi ini. Tindakan tak bermoral
yang merugikan bangsa ini kali ini dilakukan oelh seorang Ketua Pemilihan Umum
Nazzarudin Sjamsudin.. Korupsi sebesra Rp 14,8 M ini dilakukan dengan adanya
kerjasama KPU dengan PT Asuransi Umum Bumiputera Muda.
KPK yang sedang
mengusut kasus ini cukup dianggap berhasil , dan KPK juga sedang menyelidiki
apakah ada pihak lain yang terkait
dengan kasus ini. Vonis yang dijatuhkan tujuh tahun penjjara disertai denda Rp
300 juta dan bayaran uang pegganti ini sudah cukup lah bagi seorang Nazzarudin
menurut amar putusan hakim. Tetapi putusan ini menurut saya seharusnya putusan
seumur hidup penjara karena sangat merugikan Negara. Tetapi dari tindakan KPK
dan pengadilan yang telah berupaya menangani kasus ini saya cukup salut, dan merupakan suatu
motivasi dan langkah awal sebagai momentum menyelesaikan bebrbagai tindak
pidana korupsi. Sesuai dengan Undang-Undang korupsi yang telah ditetapkan :
Ø Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tetang penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, ko9lusi dan nepotisme.
Ø Undang-UNdang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor Tahun 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor Nomor 31
Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
Ø Undang- Undang Nomor 30 Tahun 30 tahun 2002 tentang komisi
pemberantasan korupsi.
Hal yang sangat mengecewkan seorang ketua Kpu yang
dianggap orang yang paling dapat dipercaya melakukan tindakan seperti ini,
tetapi KPK yang wajib diacungi jempol atas tindakannya selama ini. Dalam kasus
ini saya beranggapan ia dikenakan pasal 7 Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 berbunyi “ setiap orang yang melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 387 atau pasal 388 kitab Undang- Undang Hukum
Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2( dua) tahun dan paling
lama7(tujuh) Tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00( seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 ( tiga ratus lima puluh juta).
No comments:
Post a Comment