Saturday, May 4, 2013

Makalah Hukum Agraria


KONVERSI
Salah satu warisan feodal yang sangat merugikan rakyat ialah lembaga “Konversi” yang berlaku dikeresedinen Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam tahun 1948 lembaga konversi itu dihapuskan. Kiranya ada baiknya juga untuk mengetahui sejarahnya, agar kit adapt mengerti dan menghargai tindakan revolusioner yang mengakibatkan hapusnya lembaga tersebut beserta hak-haknya yang bersangkutan.
Didaerah-daerah tersebut semua tanah adalah milik raja. Rakyat hanyalah sekedar memakainya saja. Mereka wajib menyerahkan sebagian dari hasil tanahnya kepada raja, jika dikuasainya tanah pertanian. Jika mereka berjasa atau setia kepada rajanya maka akan diberikan tanah sebagai nafkah. Pemberian tanah tersebut disertai dengan pelimpahan hak raja atas bagian hasil tanah tersebut diatas. Mereka pun beerhak menuntut kerhja paksa. Stelsel ini disebut stelsel apanage.

Untuk memungut sebagian hasil tanaman rakyat itu ditempatkanlah oleh raja dan para pemegang apanage orang-orang yang disebut “bekel”. Selain itu rakyat wajib melakukan pekerjaan bagi pengusaha selama waktu yang sama dengan yang diperlukannya.denagn demikian terjaminlah bagi pengusaha 2 hal sekaligus yakni tanah dan tenaga buruh Cuma-Cuma.  
Dalam rangka penertiban pemakaian tanah-tanah Negara dan pelaksanaan program akan memberikan kepada rakyat tanah-tanah yang
diperlukannya untuk usaha pertanian dan tempat tinggal, penguasaan tanah-tanah tersebut disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria no. Sk 2/Ka/1963 tentang Pemberian hak milik atas tanah-tanah bekas konversi di keresedenan Surakarta.
Namun sepanjang tidak lagi diusahakn sebagai perkebunan besa, tanah-tanah tersebut diberikan dengan hak milik terhadap orang –orang yang pada tanggal 31 januari 1963 menggarap atau memakainya secara sah, berdasarkan izin yang diperolehnya dari pemerintah setempat.
PEMBAHASAN
Defenisi  Konversi
Berdasar atas stelsel Hukum Agraria/ Hukum tanah feodal itulah maka didaerah surakarta dan Yogyakarata dapat berkembang dengan suburnya perusahaan-perusahaan pertanian besar asing. Sebaliknya menimbulkan keadaan yang sangat menyedihkan bagi rakyat tani.
Untuk sekedar mengurangi penyalahgunaan yang akan lebih menambah beban rakyat, diadakanlah peraturan-peraturan yang dikenal dengan”Landverhuur-reglement”, namun tetap saja terdapat kekurangan-kekurangan yang belum dapat diatasi. Berhubungan dengan ini maka diadakanlah reorganisasi dalam Hukum Agraria yang bertujuan untuk memberikan kedudukan yang layak bagi rakyat tani.
Berdasarkan tujuan UUPA maka terjadilah perombakan secara menyeluruh atas hukum agraria yang pernah berlaku dipersada Indonesia. Perombakan iti tidak hanya hukum barat (tertulis) yang pernah berlaku, tetapi juga atas hukum adat milik kepribadian bangsa.
Untuk mencapai  sasaran tujuan pokok UUPA menghadapi masalah peralihan perubahan menyeluruh tersebut, maka dalam UUPA sendiri adanya ketentuan-ketentuan peraliahan. Berhubungan dengan perubahan secara menyeluruh, baik dasar dan azas dengan mengadakan satuan dan kesederhanaan hukum, unifikasi hukum dan begitu juga dengan perombakan hak dan status hak, sehingga bentuk hak dan status hak harus disesuaikan dari bentuk dan isi hak lama dialihkan atau dikonversi pada hak-hak yang ditentukan oleh UUPA ini. Dimaksudkan dengan kesatuan hukum ialah hukum agraria nasional yang berlandaskan “bhineka Tunggal Ika”. Maksudnaya adalah hukum  Agraria  adat setempat dan sepanjang hukum agraria. Kesedehanaan hukum adalah tak ada lagi  hak sepanjang hukum perdat barat, hukum agraria adapt dan hukum agraria antar golongan, Cuma ada hak-hak agraria yang diatur dalam UUPA dan peraturan  yang sehubungan dengan itu.
Jelaslah ketentuan-ketentuan konversi ini menentukan hak sepanjang yang berkenan hak atas tanah (Agraria). Ketentuan-ketentuan konversi ini, nampaknya bukan menurut sendirinya. Misalnya: selama ini mempunyai hak erfpacht tidak dengan sendirinya menjadi hak guna usaha, melainkan sesuai dengan materi (isi) hak itu. Oleh karena itu, konversi akan berlaku menurut materi maksud penggunaan hak tersebut, disamping itu perlu ketentuan-ketentuan ketegasan peraturan Menteri Agraria.
Kemudian konversi juga mempunyai beberapa hak. Hak konversi adalah hak yang timbul atas kekuatan keputusan raja itu disebut denag hak konversi. Adapun keistimewaan hak konversi itu ialah:
1.     Jaminan dari raja, bahwa hak tersebut akan berlangsung selama waktu yang lama atas tanah yang luas dan tempatnya pun terjamin pula, secara tetap untuk berg cultures dan secara glebagan untuk laagvlakte cultures. Bagi laggvlakte cultures ini diwajibkan setiap tahun menyediakan 2/5 dari tanahnya untuk pengusaha. Diadakan pengawasan oleh pengrehpraja atas tanaman yang ditanam rakyat (macam dan waktu menanamnya) agar tanah yang bersangkutan


 dapat diserahkan pada waktunya kepada pengusaha.
2.     Hak konversi dinyatakan denagn S.1918-21 sebagai hak yang dapat dibebani hypotheek dan harus didaftar menurut ketentuan S.1918-23.
3.     Pengusaha mendapat jaminan atas pemakaian air yang tertentu
4.     Sebagai peraturan peralihan selama 5 tahun dijamin akan mendapatkan tenaga kerja buruh. Keistimewaan dari jaminan ini adalah, bahwa kalau sebelumnya pengusaha sendiri yang mengatur pengarahannya, maka kerja paksa tersebut dikerahkan oleh desa dan pangrehpraja. Kelalaian dalm memenuhi kewajiban kerja tersebut dapat mengakibatkan dicabutnya bagian tanah golingannya, bahkan dapat mengakibatkan pula dijatuhkan sanksi pidana.
Semua pengusaha telah melakukan konversinya.
Konversi itu sendiri mempunyai arti, yaitu Konversi hak atas tanah  ialah perubahan hak-hak atas tanah yang lama ke hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam UUPA. Menurut UUPA semua hak-hak atas tanah baik hak itu adanya berdasarkan hukum pertanahan barat maupunn yang berdasarkan hukum pertanahan adat terkena ketentuan-ketentuan konversi. Tegasnya hak-hak yang ada sebelum UUPA, diadakan perubahan.
Acara konversi hak tanah tersebut tidak ada batas waktunya. Tetapi hanya terhadap hak egindom atas tanah yang pemegang haknya bukan warganegara Indonesia atau badan hukum asing, sejak mulai berlakunya UUPA (tanggal 24 September 1960) dengan jangka waktu satu tahun harus dilepaskan hak atas tanah itu.
Sanksi bila hak eigendom itu tidak dilepaskan dalam jangka waktu yang ditentukan, maka hak itu hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, yaitu tanahnya menjadi tanah Negara.    
Perkembangan Konversi Setelah Kemerdekaan
 Dalam tahun 1918 dikeluarkanlah ordonansiyang mula-mula diberi nama Grondhur reglement voor de residentien surakarta en Yogyakarta (S.1918-20), kemudian menjadi Vorstenlandsh Grondhuur Reglement (VGR). Menurut  VGR ada 3 cara bagi pengusaha untuk mendapatkan tanah yaitu:
1.     Atas kekuatan beschiking atau keputusan raja
2.     Secara menyawa dari rakyat
3.     Secara menyewa dari raja
Para pengusaha yang masih mengusai tanah berdasarkan aturan Landhur diberi kesempatan untuk mendapat tanah menurut peraturan VGR tersebut dengan cara:
a.     Melepaskan segala haknya atas tanah yang bersangkutan
b.     Kemudian dengan beschiking (keputusan) raja diberikan jaminan, bahwa pengusaha akan memperoleh tanah yang diperlukan untuk perusahaannya dengan hak istimewa, selama jangka waktu maksimal 50 tahun.
Tetap berlagsungnya cara penguasaan tanah yang didasarkan atas stelsel feodal itu setelah Indonesia merdeka mendapat tantangan yang hebat, terutama dari pihak para  petani yang bersangkutan . Atas tuntutan Rakyat  itu dikeluarkanlah dalam tahun 1948 Undang-undang no.13 tahun 1948, yang mencabut ketentuan-ketentuan VGR yang mengatur hak-hak konversi tersebut. Dengan  dicabutnya ketentuan-ketentuan itu lembaga konversi menjadi hapus, tetapi hak-hak konversinya sendiri menurut hukum masih tetap berlangsung. Oleh karena maksudnya memang akan menghapuskan hak-hak itu maka dikeluarkan dalam tahun 1950 suatu undang-undang lagi,  yaitu Undang-undang no. 5 tahun 1950, yang memuat ketentuan-ketentuan tambahan dan pelaksanaan undang-undang no. 13 tahun 1948. secara tegas hak-hak konversi semuanya dihapuskan begitu pula hypotheek yang membebaninya.
Tanah-tanah untuk laagvlakte cultures kembali kepada desa dan desa tidak lagi diharuskan untuk menyerahkan tiap tahun sebagian dari tanah itu kepada pengusaha. Pengusaha hanya dapatmemperoleh tanah yang diperlukannya secara menyewa dari desa ataupun petani yang menguasainya. Tanah-tanah untuk bercultures kembali kepada Negara, sebagai pengganti swapraja. Penggunaan tanah tersebut oleh perusahaan kebun yang bersangkutan akan diatur dalam undang-undang lain. Maksudnya akan dipersamakan dengan daerah-daerah lainnya. Hingga terbentuknya UUPA undang-undang tersebut belum ada.
 Sementara itu diantara tanah-tanah bekas konversi di keresedenan surakarta, baik yang merupakan tanah pegunungan maupun tanah datar, banyak yang sudah digarap atau dipakai oleh rakyat penduduk setempat untuk usaha pertananian atau tempat perumahan. Pemakaian tanah-tanah tersebut dilakukan atas perkenanan Pemerintah setempat sebagai tindakan sementara menunggu keputusan lebih lanjut yang bersifat tetap.   

PENUTUP
            Kesimpulan
Adapun kesimpilan yang dapat diambil dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Konversi hak atas tanah ialah perubahan hak-ha atas tanah yang lama ke hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan dalam UUPA.
2.     Hukum tanah feodal yang terjadi didaerah Surakarta dan yogyakarta pada zaman dahulu sangat menyedihkan untuk rakyat.
3.     Hak yang timbul atas kekuatan keputusan Raja disebut hak konversi.
4.     Salah satu warisan feodal yang sangat merugikan rakyat ialah lembaga konversi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,. Djembatan, Jakarta,  2003.
Drs.C.S.T. Kansil, S.H,.Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia,. Balai Pustaka, Jakarta,. 1986
H. Syamsulbahri,. Hukum Agraria Indonesia Dulu Dan Kini,. Universitas Andalas,. Padang,. 1980


                                                      
                               

No comments:

Post a Comment