KONVERSI
Salah satu warisan
feodal yang sangat merugikan rakyat ialah lembaga “Konversi” yang berlaku dikeresedinen Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam tahun 1948 lembaga konversi itu dihapuskan. Kiranya ada baiknya juga
untuk mengetahui sejarahnya, agar kit adapt mengerti dan menghargai tindakan
revolusioner yang mengakibatkan hapusnya lembaga tersebut beserta hak-haknya
yang bersangkutan.
Didaerah-daerah
tersebut semua tanah adalah milik raja. Rakyat hanyalah sekedar memakainya
saja. Mereka wajib menyerahkan sebagian dari hasil tanahnya kepada raja, jika
dikuasainya tanah pertanian. Jika mereka berjasa atau setia kepada rajanya maka
akan diberikan tanah sebagai nafkah. Pemberian tanah tersebut disertai dengan
pelimpahan hak raja atas bagian hasil tanah tersebut diatas. Mereka pun beerhak
menuntut kerhja paksa. Stelsel ini disebut stelsel
apanage.
Untuk memungut
sebagian hasil tanaman rakyat itu ditempatkanlah oleh raja dan para pemegang
apanage orang-orang yang disebut “bekel”. Selain itu rakyat wajib melakukan
pekerjaan bagi pengusaha selama waktu yang sama dengan yang
diperlukannya.denagn demikian terjaminlah bagi pengusaha 2 hal sekaligus yakni tanah dan tenaga buruh Cuma-Cuma.
Dalam rangka
penertiban pemakaian tanah-tanah Negara dan pelaksanaan program akan
memberikan kepada rakyat tanah-tanah yang
diperlukannya untuk usaha
pertanian dan tempat tinggal, penguasaan tanah-tanah tersebut disahkan
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
dan Agraria no. Sk 2/Ka/1963 tentang Pemberian
hak milik atas tanah-tanah bekas konversi di keresedenan Surakarta .
Namun
sepanjang tidak lagi diusahakn sebagai perkebunan besa, tanah-tanah tersebut
diberikan dengan hak milik terhadap orang –orang yang pada tanggal 31 januari
1963 menggarap atau memakainya secara sah, berdasarkan izin yang diperolehnya
dari pemerintah setempat.
PEMBAHASAN
Defenisi
Konversi
Berdasar atas
stelsel Hukum Agraria/ Hukum tanah feodal itulah maka didaerah surakarta dan Yogyakarata dapat berkembang
dengan suburnya perusahaan-perusahaan pertanian besar asing. Sebaliknya
menimbulkan keadaan yang sangat menyedihkan bagi rakyat tani.
Untuk sekedar
mengurangi penyalahgunaan yang akan lebih menambah beban rakyat, diadakanlah
peraturan-peraturan yang dikenal dengan”Landverhuur-reglement”,
namun tetap saja terdapat kekurangan-kekurangan yang belum dapat diatasi.
Berhubungan dengan ini maka diadakanlah reorganisasi
dalam Hukum Agraria yang bertujuan untuk memberikan kedudukan yang layak
bagi rakyat tani.
Berdasarkan
tujuan UUPA maka terjadilah perombakan secara menyeluruh atas hukum agraria
yang pernah berlaku dipersada Indonesia .
Perombakan iti tidak hanya hukum barat (tertulis) yang pernah berlaku, tetapi
juga atas hukum adat milik kepribadian bangsa.
Untuk
mencapai sasaran tujuan pokok UUPA
menghadapi masalah peralihan perubahan menyeluruh tersebut, maka dalam UUPA
sendiri adanya ketentuan-ketentuan peraliahan. Berhubungan dengan perubahan
secara menyeluruh, baik dasar dan azas dengan mengadakan satuan dan
kesederhanaan hukum, unifikasi hukum dan begitu juga dengan perombakan hak dan
status hak, sehingga bentuk hak dan status hak harus disesuaikan dari bentuk
dan isi hak lama dialihkan atau dikonversi pada hak-hak yang ditentukan
oleh UUPA ini. Dimaksudkan dengan kesatuan hukum ialah hukum agraria nasional
yang berlandaskan “bhineka Tunggal Ika”.
Maksudnaya adalah hukum Agraria adat setempat dan sepanjang hukum agraria.
Kesedehanaan hukum adalah tak ada lagi
hak sepanjang hukum perdat barat, hukum agraria adapt dan hukum agraria
antar golongan, Cuma ada hak-hak agraria yang diatur dalam UUPA dan
peraturan yang sehubungan dengan itu.
Jelaslah
ketentuan-ketentuan konversi ini menentukan hak sepanjang yang berkenan hak
atas tanah (Agraria). Ketentuan-ketentuan konversi ini, nampaknya bukan menurut
sendirinya. Misalnya: selama ini mempunyai hak erfpacht tidak dengan sendirinya
menjadi hak guna usaha, melainkan sesuai dengan materi (isi) hak itu. Oleh
karena itu, konversi akan berlaku menurut materi maksud penggunaan hak
tersebut, disamping itu perlu ketentuan-ketentuan ketegasan peraturan Menteri
Agraria.
Kemudian
konversi juga mempunyai beberapa hak. Hak konversi adalah hak yang timbul atas
kekuatan keputusan raja itu disebut denag hak konversi. Adapun keistimewaan hak
konversi itu ialah:
1. Jaminan dari raja, bahwa
hak tersebut akan berlangsung selama waktu yang lama atas tanah yang luas dan
tempatnya pun terjamin pula, secara tetap untuk berg cultures dan secara
glebagan untuk laagvlakte cultures. Bagi laggvlakte cultures ini diwajibkan setiap
tahun menyediakan 2/5 dari tanahnya untuk pengusaha. Diadakan pengawasan oleh
pengrehpraja atas tanaman yang ditanam rakyat (macam dan waktu menanamnya) agar
tanah yang bersangkutan
dapat diserahkan pada waktunya kepada
pengusaha.
2. Hak konversi dinyatakan
denagn S.1918-21 sebagai hak yang
dapat dibebani hypotheek dan harus didaftar menurut ketentuan S.1918-23.
3. Pengusaha mendapat jaminan
atas pemakaian air yang tertentu
4. Sebagai peraturan peralihan
selama 5 tahun dijamin akan mendapatkan tenaga kerja buruh. Keistimewaan dari
jaminan ini adalah, bahwa kalau sebelumnya pengusaha sendiri yang mengatur
pengarahannya, maka kerja paksa tersebut dikerahkan oleh desa dan pangrehpraja.
Kelalaian dalm memenuhi kewajiban kerja tersebut dapat mengakibatkan dicabutnya
bagian tanah golingannya, bahkan dapat mengakibatkan pula dijatuhkan sanksi
pidana.
Semua
pengusaha telah melakukan konversinya.
Konversi itu
sendiri mempunyai arti, yaitu Konversi
hak atas tanah ialah perubahan
hak-hak atas tanah yang lama ke hak-hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam UUPA. Menurut UUPA semua hak-hak atas tanah baik hak itu adanya
berdasarkan hukum pertanahan barat maupunn yang berdasarkan hukum pertanahan
adat terkena ketentuan-ketentuan konversi. Tegasnya hak-hak yang ada
sebelum UUPA, diadakan perubahan.
Acara konversi
hak tanah tersebut tidak ada batas waktunya. Tetapi hanya terhadap hak egindom
atas tanah yang pemegang haknya bukan warganegara Indonesia atau badan hukum asing,
sejak mulai berlakunya UUPA (tanggal 24 September 1960 ) dengan jangka waktu satu tahun harus
dilepaskan hak atas tanah itu.
Sanksi bila
hak eigendom itu tidak dilepaskan dalam jangka waktu yang ditentukan, maka hak
itu hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, yaitu tanahnya menjadi
tanah Negara.
Perkembangan
Konversi Setelah Kemerdekaan
Dalam tahun 1918 dikeluarkanlah ordonansiyang
mula-mula diberi nama Grondhur reglement
voor de residentien surakarta en Yogyakarta (S.1918-20), kemudian menjadi Vorstenlandsh Grondhuur Reglement (VGR). Menurut VGR ada 3 cara bagi pengusaha untuk
mendapatkan tanah yaitu:
1. Atas kekuatan beschiking
atau keputusan raja
2. Secara menyawa dari rakyat
3. Secara menyewa dari raja
a. Melepaskan segala haknya
atas tanah yang bersangkutan
b. Kemudian dengan beschiking
(keputusan) raja diberikan jaminan, bahwa pengusaha akan memperoleh tanah yang
diperlukan untuk perusahaannya dengan hak istimewa, selama jangka waktu
maksimal 50 tahun.
Tetap
berlagsungnya cara penguasaan tanah yang didasarkan atas stelsel feodal itu
setelah Indonesia
merdeka mendapat tantangan yang hebat, terutama dari pihak para petani yang bersangkutan . Atas tuntutan
Rakyat itu dikeluarkanlah dalam tahun
1948 Undang-undang no.13 tahun 1948,
yang mencabut ketentuan-ketentuan VGR yang mengatur hak-hak konversi tersebut.
Dengan dicabutnya ketentuan-ketentuan
itu lembaga konversi menjadi hapus, tetapi hak-hak konversinya sendiri menurut
hukum masih tetap berlangsung. Oleh karena maksudnya memang akan menghapuskan
hak-hak itu maka dikeluarkan dalam tahun 1950 suatu undang-undang lagi, yaitu Undang-undang
no. 5 tahun 1950, yang memuat ketentuan-ketentuan tambahan dan pelaksanaan
undang-undang no. 13 tahun 1948. secara tegas hak-hak konversi semuanya
dihapuskan begitu pula hypotheek yang membebaninya.
Tanah-tanah
untuk laagvlakte cultures kembali kepada desa dan desa tidak lagi diharuskan
untuk menyerahkan tiap tahun sebagian dari tanah itu kepada pengusaha.
Pengusaha hanya dapatmemperoleh tanah yang diperlukannya secara menyewa dari
desa ataupun petani yang menguasainya. Tanah-tanah untuk bercultures kembali
kepada Negara, sebagai pengganti swapraja. Penggunaan tanah tersebut oleh
perusahaan kebun yang bersangkutan akan diatur dalam undang-undang lain.
Maksudnya akan dipersamakan dengan daerah-daerah lainnya. Hingga terbentuknya
UUPA undang-undang tersebut belum ada.
Sementara itu diantara tanah-tanah bekas
konversi di keresedenan surakarta ,
baik yang merupakan tanah pegunungan maupun tanah datar, banyak yang sudah
digarap atau dipakai oleh rakyat penduduk setempat untuk usaha pertananian atau
tempat perumahan. Pemakaian tanah-tanah tersebut dilakukan atas perkenanan
Pemerintah setempat sebagai tindakan sementara menunggu keputusan lebih lanjut
yang bersifat tetap.
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun
kesimpilan yang dapat diambil dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Konversi hak atas tanah
ialah perubahan hak-ha atas tanah yang lama ke hak-hak atas tanah sesuai dengan
ketentuan dalam UUPA.
2. Hukum tanah feodal yang
terjadi didaerah Surakarta dan yogyakarta pada zaman dahulu sangat menyedihkan
untuk rakyat.
3. Hak yang timbul atas
kekuatan keputusan Raja disebut hak konversi.
4. Salah satu warisan feodal
yang sangat merugikan rakyat ialah lembaga konversi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ,.
Djembatan, Jakarta, 2003.
Drs.C.S.T.
Kansil, S.H,.Pengantar Ilmu Hukum Dan
Tata Hukum Indonesia,. Balai Pustaka, Jakarta ,.
1986
H.
Syamsulbahri,. Hukum Agraria Indonesia Dulu
Dan Kini,. Universitas Andalas,. Padang ,.
1980
No comments:
Post a Comment