Tuesday, April 30, 2013

Makalah Viktimologi


Woman Traficking 

Mengingat permasalahan perempuan sebagai kaum yang pada umumnya dikatakan lemah adalah  yang cukup penting, terutama mengenai hak-hak dan kewajibannya. Kita semua tahu, bahwa kepada yang lemah sudah menjadi kewajiban yang kuat untuk melindunginya, dengan kata lain tidak dibenarkan untuk menyia-nyiakan kehidupannya atau menganggap rendah kedudukannya. Bagaimanapun juga wanita adalah insan Tuhan yang wajib dijaga kehormatannya.
Perempuan adalah termasuk insan Tuhan yang dijadikan untuk dapat berpasangan dengan pria dalam suatu kehidupan didunia ini. Seperti yang diaktakan oleh Nabi kita Muhammad S.A.W., bahwa wanita adalah teman bergaul bagi laki-laki.
Adapun kedudukan dan peranan wanita pada umumnya  dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu:
  1. Wanita sebagi isteri dan ibu rumah tangga dan keluarga, yang dapat disebut fungsi intern;
  2. wanita sebagai warga negar dan anggota masyarakat yang bergerak dalam kehidupan social ekonomi dan politik, yang dapat disebut fungsi ekstern;
Namun demikian didalam kenyataannya, perempuan ini masih sering diperlakukan dengan tidak sewajarnya. Perempuan  dijadikan sebagai alat pemuas nafsu bagi kaum yang kuat. Yang lebih menyedihkan lagi bila kita melihat penjualan perempuan yang teramat marak serta tempat-tempat pelacuran, yang kini benar-benar seperti jamur di musim hujan dan tersebar dimana-mana baik dikota maupun didesa-desa. Entah apa yang menjadi latar belakang mereka hingga sama sekali tidak memperdulikan norma-norma susila sebagi pengikat kehidupan manusia untuk tidak berbuat melebihi batas dalam norma itu.
Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan alam modern masa kini . perempuan diperalat untuk kepentingan perdagangan dan sebagainya. Wanita tak lagi seperti perempuan terdahulu yang dipingit dan tak diperbolehkan pergi kemana saja sesuka hatinya. Perempuan tak lagi hanya berdiam diri dirumah mengerjakan segala perkerjaan rumah dan tak perlu bersosialisai dengan orang yang berda di luar rumah. Perempuan tak lagi seseorang yang tak pernah berani tuk “ mengangkat kepalanya” jika bertemu dengan orang yang lebih tua darinya terlebih lagi orang yang bukan lawan jenisnya.
Perempuan kini lebih berani. Bahkan dampak yang terburuk dari segalanya adalah wanita merupakan “barang” yang sangat menguntungkan untuk diperdagangkan. Untuk dijual tubuhnya dan bahkan dipertontonkan di berbagai tempat yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Memang di negeri ini, adanya produk hukum suatu masalah bukan jaminan masalah tersebut akan diperlakukan proporsional, apalagi bila produk hukm itu bukan murni inisiatif pemerintah, tetapi karena tekanan atau adanya sebuah pesanan.
Menurut hemat penulis, diharapkan hendaknya hukum dan agama, serta norma yang berlaku di masyrakat berjalan secara seimbang.khususnya menangani masalah perempuan. Traficking yang kini “booming “, khususnya dibeberapa tempat yang amat strategis sebagai lahan subur terjadinya kejahatan terhadap kaum hawa yang sudah amat meresahkan beberapa kalangan ini membuat penulis tertarik untuk menuliskannya kedalam makalah ini.
            Kaum perempuan yang selama ini dianggap lemah dan menjadi “bahan” pengeksploitasian membuat penulis ingin menggali lagi seperti apa trafficking women  (perdagangan perempuan ) itu. Dan beberapa kaitannya dengan. Karena perempuan merupakan mahluk indah yang teramat rentan terhadap kejahatan. Baik kejahatan seksual, maupun kejahatan apapun yang terjadi di muka bumi ini. Apakah karena kehalusan perempuan itu sendiri?, karena peraturan yang tidak jelas?, karena kuatnya jaringan perdagangan  perempuan itu sendiri?, atau karena factor ekonomi, maupun factor lainnya.

Pendahuluan
Tidak ada satu negara pun yang kebal terhadap Perdagangan Manusia. Setiap tahunnya, diperkirakan 600.000 – 800.000 baik laki-laki, perempuan dan anak-anak diperdagangkan menyeberangi wilayah internasional  (bahkan beberapa organisasi internasional dan organisasi swadaya masyarakat mengeluarkan angka yang jauh lebih tinggi), dan perdagangan manusia ini terus berkembang. Angka ini merupakan tambahan untuk angka lain yang jauh lebih tinggi yang belum  dapat dipastikan jumlahnya berkenaan dengan korban-korban  perdagangan manusia di dalam berbagai negara. Para korban khususnya perdagangan wanita (trafficking women) ,dipaksa untuk bekerja pada tempat pelacuran, dan tempat kerja buruh berupah rendah, di tanah pertanian, sebagai pelayan rumah, dalam banyak bentuk perbudakan di luar kemauan mereka. Bahkan pemerintah AS memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari para wanita yang diperdagangkan secara internasional diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual.
Tragisnya berjuta-juta wanita korban trafficking diperdagangkan di dalam negaranya sendiri. Hal ini didorong oleh berbagai unsur diantaranya kriminal, penderitaan ekonomi, pemerintahan yang korup, kekacauan sosial, ketidakstabilan politik, bencana alam dan kebutuhan seksual pria hidung belang yang memiliki harta berlimpah. Selain itu, keuntungan yang didapat dari perdagangan wanita. Amerika Serikat memperkirakan bahwa keuntungan dari Perdagangan wanita merupakan salah satu dari tiga sumber pendapatan teratas bagi kejahatan terorganisir setelah perdagangan narkotika dan perdagangan senjata.
Perbudakan moderen  merupakan ancaman multidimensi bagi semua bangsa. Selain penderitaan individu akibat pelanggaran hak asasi manusia, keterkaitan antara perdagangan wanita dengan kejahatan terorganisir serta ancaman-ancaman keamanan yang sangat serius seperti perdagangan obat-obatan terlarang dan senjata, menjadi semakin  jelas. Begitu pula kaitannya dengan keprihatinan kesehatan masyarakat yang serius, karena banyak korban mengidap penyakit, baik akibat kondisi hidup yang miskin maupun akibat dipaksa melakukan hubungan seks, dan diperdagangkan ke komunitas-komunitas baru. Sebuah negara yang memilih untuk mengebelakangkan masalah perdagangan manusia khususnya perdagangan wanita, membahayakan bangsanya sendiri. Tindakan cepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal ini.


ISI

1.    Defenisi
  1. Pengertian Traficking Women
Banyak Negara   keliru dalam memahami definisi ini dengan melupakan perdagangan manusia dalam Negara atau menggolongkan migrasi tidak tetap sebagai perdagangan . Berdasarkan Undang- Undang Perlindungan Korban Perdagangan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat dan menjadi acuan seluruh dunia (TVPA; Traficking Victim Protection Act thn 2000)  menyebutkan “bentuk-bentuk perdagangan berat” didefinisikan sebagai:
a.     Perdagangan seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa, dengan cara penipuan, atau kebohongan, atau dimana seseorang diminta secara paksa melakukan suatu tindakan demikian belum mencapai usia 18 tahun; atau
b.       Merekrut,  menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui  paksaan, penipuan, atau kekerasan untuk tujuan  penghambaan, peonasi, penjeratan hutang (ijon) atau perbudakan.
     Dalam definisi-definisi ini, para korban tidak harus secara fisik diangkut dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Definisi ini juga secara jelas berlaku pada tindakan merekrut, menampung, menyediakan, atau mendapatkan seseorang untuk maksud-maksud tertentu.
   Berdasarkan Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak (2000), suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Organisasi
Kejahatan Lintas Batas, memasukkan definisi perdagangan manusia sebagai 
berikut:
               (a) "Perdagangan Manusia" adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh;
               Pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB tersebut dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak (Kementerian Pemberdayaan Perempuan/KPP, RAN, 2002, hlm. 4). Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat Nasional.
 
b.      Pengertian Viktimologi
               Viktimologi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari  kejahatan.Ruang lingkup Viktimologi itu sendiri adalah :
v  Setiap individu kelompok atau lembaga dapat menjadi korban kejahatan (potensial Viktim).
v  Proses penimbulan kejahatan disebut sebagai Victimisasi, yan dapat terjadi melalui:
         ~Bentuk-bentuk korban dan victimisasi
         ~cara dan metode victimisasi
         ~sebab-sebab timbulnya korban kejahatan
         ~akibat dari korban kejahatan.
v  Pencegahan dan penangulangan timbulnya korban dan victimisasi.
               Jadi terjadinya trafficking, secara otomatis merupakan victimisasi, yang teramat merugikan korabn dan orang disekelilingnya. Viktimologi mengkaji korban bersifat secara umum, bukan seperti kacamata pidanyang memandang adanya korban apabila ada laporan dari pihak yang dirugikan. 
 
2.      Bentuk dan Metode Victimisasi Traficking Women
               Berdasarkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002, metode yang dilakukan oleh sindikat  Traficking women adalahdengan 
A. Metode umum “Penyuplaian”, yaitu dengan cara:
               1. .Negara Penyuplai/Pemasok
               Indonesia menjadi tempat sindikat local dan internasional mencari anak perempuan yang akan diperdagangkan untuk kebutuhan local atau keluar negeri.Propinsi yang lazim sebagai daerah asal Perempuan yang akan diperdagangkan adalah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan , Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Papua.
         2.Negara Tujuan 
         Indonesia menjadi p[enerima perempuan yang diperdagangkan dari Negara lain
baik dari asia Tenggara, Asia Timur seperti China atau Asia Selatan sepeerti India, Bangladesh dan Srilanka dan Afganishtan serta Asia Tengfah seperti Uzbekistan.Selain untuk warga local juga untuk wadrga Negara . Di Indonesia selain dilikasi prostitusi, hotel, daerah tujuan wisata atau tempat hiburan cukup mudah untuk mengakses perempuan pekerja seks. Kasus Batam, Tanjung Balai KArimun dan Dumai di Riau dan Sumatera Utara misalnya, terutam malam Minggu atau hari libur lokalisasi atau pusat hibuaran/penginapan ramai dikunjungi pelancong dari Singapura, Malaysia, Brunai, Filipina, Thailand atau Indonesia. Hal ini disebabkan adanya pemberlakuan bebas Visa kunjungan singkat di suatu daerah, Negara, juga karena jarak berdekatan hingga unit cost yang lebih murah.
3.      Negara Transit 
               Indonesia sebagai transit sebelum menuju neghara ketiga seperti Jepang, Taiwan, Hongkong, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Negara Eropa. Perempuan yang akan diperdagangkan ke Negara seperti diatas dibawa ke Indonesia untuk mengurus dokumen, paspor, atau memalsukan/ menyalahgunakan  visa. 
 
B. Metode Penipuan terhadap Korban
        Para pelaku perdagangan mencari orang-orang yang rentan sebagai mangsanya. Sasaran mereka seringkali adalah anak-anak dan wanita muda, dan cara mereka sangat kreatif dan kejam, direncanakan untuk menipu, mencurangi, dan memenangkan kepercayaan diri korban-korban potensial. Seringkali kelicikan ini dilakukan dengan memberikan janji-janji pernikahan, pekerjaan, kesempatan mendapat pendidikan, atau kehidupan yang lebih baik.
               Di India, misalnya, pelaku perdagangan dapat berpura-pura sebagai pedagang yang sukses, membujuk orang tua sang gadis dengan mengatakan bahwa dia adalah pasangan yang cocok. Setelah menikah, gadis tersebut disiksa secara seksual dan dijual sebagai pekerja seks. Beberapa pria diketahui telah “menikahi” lebih dari selusin wanita dari desa yang berbeda dengan menggunakan taktik ini.
               Di Uganda, para pemberontak dari Pasukan Pertahanan Tuhan menjelajahi daerah pedalaman di malam hari, menculik anak-anak kecil dari desa-desa untuk dijadikan prajurit dan budak seks. Di Asia Timur, para pelaku perdagangan manusia  mengunjungi kota-kota seperti Bangkok atau Phnom Penh, berlaku seperti sahabat seorang wanita muda di hotel, restoran, atau toko dan menawarkannya untuk ikut “liburan” ke negara lain. Begitu tiba, paspor wanita tersebut diambil dan dia dibawa ke rumah bordil, sehingga indoktrinasi brutal terhadap kehidupan perbudakan sekspun dimulai.
               Seorang gadis Ukraina yang baru berusia 16 menemui seorang pria muda di sebuah acara dansa dan ditawari sebuah pekerjaan di Jerman sebagai perawat. Diselundupkan menyeberangi perbatasan di malam hari, ia diantar ke sebuah rumah bordil dan dipaksa bekerja sebagai  pekerja seks. 
        Seorang gadis desa pedalaman Indonesia dibujuk dengan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di negara tetangga dengan janji gaji yang tidak dibayarkan seperti yang dijanjikan. Seorang gadis desa pedalaman dari China selatan tertarik untuk pergi ke Malaysia untuk mencari keuntungan ekonomi, tetapi dia dipaksa menjadi budak seksual. Atau orang desa Vietnam muda, yang mencari kesempatan ekonomi, setuju untuk melakukan perjalanan ke pulau di Pasifik untuk bekerja di sebuah pabrik, tidak menyadari bahwa dokumen perjalanannya akan disita dan bahwa upahnya akan sangat rendah sehingga dia tidak akan mampu membayar kembali biaya perjalanannya. Yang muda dan tidak memiliki pertolonganlah yang seringkali paling dieksploitasi secara kejam.
               3.Timbulnya  Victimisasi dalam Traficking Women
Terdapat banyak penyebab perdagangan manusia. Sebab-sebab ini rumit dan seringkali saling memperkuat satu sama lain.  Jika melihat perdagangan manusia sebagai pasar global, para korban merupakan persediannya, dan para majikan yang kejam atau pelaku eksploitasi seksual mewakili permintaan.
Penyediaan korban didorong oleh banyak faktor termasuk
a)          kemiskinan, daya tarik standar hidup di tempat lain yang dirasakan lebih tinggi, b)
b)          lemahnya strukur sosial dan ekonomi, kurangnya kesempatan bekerja, kejahatan yang terorganisir,
c)         kekerasan terhadap wanita dan anak-anak, diskriminasi terhadap wanita,
d)         korupsi pemerintah, ketidakstabilan politik, konflit bersenjata, dan
e)      tradisi-tradisi budaya seperti perbudakan tradisional. 
Di beberapa masyarakat, sebuah tradisi   memungkinkan anak ketiga atau keempat dikirim untuk hidup dan bekerja di   kota dengan seorang anggota keluarga jauh (seringkali seorang “paman”), dengan janji akan memberi pendidikan dan pelajaran berdagang kepada anak
Dengan mengambil keuntungan dari tradisi ini, para pelaku perdagangan seringkali memposisikan diri mereka sebagai agen pekerjaan, yang membujuk para orang tua untuk berpisah dengan seorang anak, tetapi kemudian memperdagangkan anak tersebut untuk bekerja sebagai pekerja seks, pelayan rumah, atau perusahaan komersil. Akhirnya, keluarga tersebut hanya menerima sedikit upah kalaupun ada, sedangkan anak tersebut tetap tidak bersekolah dan tidak mendapatkan pelatihan, serta terpisah dari keluarganya, dan harapan akan kesempatan ekonomi pun tidak pernah terwujud
Di sisi permintaan, faktor-faktor yang membawa pada perdagangan manusia mencakup industri seks, dan permintaan akan tenaga kerja yang dapat dieksploitasi. Pariwisata seks dan pronografi telah menjadi industri dunia luas, yang difasilitasi oleh teknologi seperti internet, yang secara berlebihan memperluas pilihan-pilihan yang tersedia bagi para pelanggan dan memungkinkan adanya transaksi yang cepat dan hampir tidak terdeteksi. Perdagangan perempuan juga ditimbulkan oleh adanya permintaan global atas tenaga kerja yang murah, rentan, dan ilegal. Misalnya, salah satu permintaan terbesar di negara-negara makmur Asia Timur adalah pelayan rumah tangga yang terkadang menjadi korban eksploitasi atau kerjapaksa.
Sebuah sumber permintaan baru atas wanita-wanita muda sebagai pengantin wanita dan gundik adalah akibat dari melebarnya jurang pemisah gender di daerah padat penduduk India dan China. Di India, saat ini hanya terdapat 933 gadis yang lahir untuk setiap 1.000 anak laki-laki, dikarenakan sebagian besar memiliki persepsi bahwa seorang anak perempuan adalah tanggungan ekonomi di masyarakat yang sangat patriarkhal di negara tersebut. Banyak pasangan menggunakan sonogram yang murah dan tersedia luas untuk menentukan jenis kelamin janin, dan jika perempuan maka akan digugurkan. Data dari sensus India 2001, yang dianalisa di tahun 2003, memperlihatkan bahwa jarak yang paling serius ada di negara bagian barat laut Haryana dan Punjab yang makmur, dimana perbandingan jumlah jenis kelamin terus menurun di bawah 825 kelahiran anak perempuan untuk setiap 1.000 kelahiran anak laki-laki.
4.      Akibat Victimisasi dan upaya pencegahan dalam Traficking Women
a.      Akibat Victimisasi dalam Traficking Women
Akibat  Victimisasi dalam Traficking Women berdampak pada personal atau pribadi korban dan juga masyarakat maupun pemerintah, diantaranya yaitu:
1.Perdagangan Perempuan merusak Kesehatan Masyarakat. 
      Para korban perdagangan  seringkali mengalami kondisi yang kejam yang mengakibatkan trauma fisik, seksual dan psikologis. Infeksi-infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan HIV/AIDS seringkali merupakan akibat dari prostitusi yang dipaksakan. Kegelisahan, insomnia, depresi dan penyakit pasca traumatis stres adalah wujud psikologis umum di antara para korban. Kondisi hidup yang tidak sehat dan sesak, ditambah makanan yang miskin nutrisi, membuat korban dengan mudah mengalami kondisi kesehatan yang sangat merugikan seperti kudis, TBC, dan penyakit menular lainnya. Anak-anak menderita masalah pertumbuhan dan perkembangan dan menanggung derita psikologi kompleks dan syaraf akibat kekurangan makanan dan hak-haknya serta mengalami trauma.
2.Perdagangan  Perempuan menumbangkan wibawa pemerintah. 
 Banyak pemerintah yang berjuang untuk melaksanakan kendali penuh atas teritori nasional mereka, khususnya dimana korupsi merupakan hal yang umum. Konflik-konflik bersenjata, bencana alam, dan perjuangan politik serta etnis seringkali menciptakan populasi besar orang-orang yang telantar. Para  pelaku Perdagangan perempuan lebih lanjut merusak usaha-usaha pemerintah untuk menggunakan wewenangnya, mengancam keamanan penduduk yang rentan. Banyak pemerintah tidak dapat melindungi wanita dan anak-anak yang diculik dari rumah dan sekolah mereka atau dari kamp penampungan. Selain itu, uang suap yang dibayarkan oleh para pelaku perdagangan  menghalangi kemampuan pemerintah untuk memerangi korupsi yang dilakukan diantara para  petugas penegak hukum, pejabat imigrasi, dan pejabat penga
  b. upaya pencegahan Victimisasi dalam Traficking Women
Strategi anti perdagangan manusia yang efektif harus mecakup tiga aspek perdagangan: segi persediaan, para pelaku perdagangan, dan segi permintaan.
1. Pada segi persediaan
Kondisi-kondisi yang memicu perdagangan harus diarahkan dengan program-program yang mendidik masyarakat untuk waspada akan bahaya perdagangan, memperbaiki kesempatan pendidikan dan sistem sekolah, menciptakan kesempatan ekonomis, mempromosikan persamaan hak, mendidik masyarakat yang menjadi sasaran mengenai hak-hak hukum mereka dan menciptakan kesempatan hidup yang lebih baik dan lebih luas.
2.Pada level pelaku perdagangan
Program-program pelaksanaan hukum harus mengenali dan menghalangi jalur-jalur perdagangan; mengklarifikasikan definisi-definisi hukum dan mengkordinasikan tanggung jawab pelaksanaan hukum; menuntut para pelaku perdagangan dan mereka yang membantu dan bersekongkol dengannya; dan memerangi korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang memfasilitasi dan mengambil keuntungan dari perdagangan manusia, yang mengikis peranan hukum.
3.Pada segi permintaan
Orang-orang yang mengeksploitasi orang-orang yang diperjualbelikan harus dikenali dan dituntut. Nama Para majikan kerja paksa dan para pelaku eksploitasi terhadap korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual harus disebutkan dan dibuat malu. Kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat harus dilakukan di negara-negara tujuan untuk membuat perdagangan  semakin sulit disembunyikan atau diacuhkan. Masyarakat harus ditarik dari situasi perbudakan dan dikembalikan ke keluarga dan masyarakatnya.

Kesimpulan
Harus ada koordinasi antara Program-program lokal, nasional dan regional untuk melawan perdagangan manusia. Dengan mengambil perhatian publik mengenai masalah tersebut, pemerintah dapat meningkatkan alokasi dana untuk memerangi perdagangan manusia, memperbaki pemahaman terhadap masalah, dan meningkatkan kemampuan mereka membangun strategi-strategi yang efektif.  Koordinasi dan kerjasama baik secara nasional, bilateralm atau regional akan  memperkuat usaha-usaha negara dalam menrekrut sukarelawan untuk memerangi perdagangan manusia. Standar-standar internasional harus diserasikan dan bangsa-bangsa harus bekerjasama secara lebih dekat untuk menolak perlindungan hukum bagi para pelaku perdagangan.
Pengetahuan masyarakat mengenai perdagangan manusia harus  ditingkatkan dan jaringan kerja organisasi anti perdagangan dan usaha-usahanya harus diperkuat.  Lembaga agama, LSM, sekolah-sekolah, perkumpulan masyarakat, dan para pemimpin tradisional perlu dimobilisasi dalam perjuangannya melawan perdagangan manusia. Para korban dan keluarga mereka memerlukan pelatihan keahlian dan kesempatan untuk melakukan ekonomi alternatif. Strategi anti perdagangan harus dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa strateginya masih tetap inovatif dan efektif. Akhirnya, para pejabat pemerintah harus dilatih mengenai teknik-teknik anti perdagangan manusia, dan jalur-jalur  perdagangan harus secara statistik  dicermati untuk menjelaskan sifat dan besarnya masalah sehingga dapat dipahami secara lebih baik
  
2.  Saran
Untuk mencegah setiap orang menjadi korban atau terjadinya victimisasi, setiapindividu harus lebih waspada akansegala hal yang baru yang memungkinkan timbulnya kejahatan dalam berbagai bentuk kejahatan yang baru.
Pemerintah dalam hal ini harus bersikap lebih bijak agar setiap warganya terlindungi. Karena setiap manusia memilki hak untuk memperoleh hidup yang aman dan sejahtera. Tanpa ada intervensi, dan gangguan dari berbagai kalangan.
Bahwa hak setiap manusia itu sudah termaktub dalam UU NO:39 tahun1999 tentang HAM yang wajib untuk tidak diindahkan oleh Negara.

Daftar Pustaka
v Dellyana Shanty,S.H.,Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta,1988
v MAtsoi Yuri, Perempuan Asia, Obor Indonesia, Jakarta,2002
v Prinst Darwan, S.H., Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
v Majalah Kalingga ( untuk hak Asasi Anak dan Perempuan Semesta) edisi Maret-Juni 2003

No comments:

Post a Comment