DELIK
TINDAK PIDANA KORUPSI
Tindak
pidana korupsi yang terjadi selama ini telah merugikan keuangan negara atau
perekonomian megara juga menghambat pertumbuhan juga kelangsungan pembangunan
nasional. Ditengah pembangunan nasional diberbagai bidang,aspirasi masyarakat
untuk membasmi korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat,
karena dalam kenyataannya adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian
negara yang sangat besar yang nanti pada akhirnya dapat menimbulkan dampak
krisis diberbagai bidang. Untuk itu, upaya dan pencegahan dan pemberantasan
korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.
Berbagai modus operandi penyimpangan
keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka
tindak pidana yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai
korupsi dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dalam
pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan
hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan
tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana.
PERUMUSAN DELIK
TINDAK PIDANA KORUPSI
Perumusan
Tindak Pidana Korupsi menurut Pasal 2 ayat 1 UU No. 13 Tahun 1999 adalah setiap
orang (orang perorangan atau korporasi) yang memnuhi unsur/elemen dari pasal
tersebut. Pelaku tindak pidana korupsi menurut Pasal ini adalah “setiap orang”,
tidak ada keharusan Pegawai Negri. Dapat juga dilakukan oleh orang yang tidak
berstatus sebagai pegawai negri atau korporasi, yg dapat berbentuk badan hukum
atau perkumpulan. Adapun elemen dari Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 adalah
:
- Secara Melawan hukum
Yg dimaksud dengan perbuatan melawan
hukum adalah mencakup pengertian secara formil ataupun materiil. Melawan hukum
secara formil berarti perbuatan yg melanggar/bertentangan dengan undang-undang.
Sedangkan melawan hukum secara materiil berarti bahwa meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun adalah melawan
hukum apabila perbuatn tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan
rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat
- Melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
Perbuatan yg
dilakukan menurut elemen ini ialah :
- Memperkaya diri sendiri, dengan melakukan perbuatan
melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta
bendanya sendiri
- Memperkaya orang lain ,dengan melakukan perbuatan
melawan hukum itu dari pelaku ada orang lain yg menikmati bertambahnya
kekayaan atau harta bendanya
- Memperkaya korporasi
- Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Dari rumusan elemen ini diketahui
bahwa tipikor adalah delik formil, artinya akibat itu tidak perlu sudag
terjadi. Akan tetapi, apabila perbuatan itu dapat/mungkin merugikan keuangan negara,
perbuatan pidana sudah selesai dan sempurna.
Yang dimaksud dengan keuangan negara
adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun termasuk didalamnya semua
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yg timbul karena :
· Berada
dalam penguasaan dan pertanggung jawaban pejabat atau lembaga negara
· Berada
dalam penguasaan atau pengurusan dan pertanggung jawaban BUMN/ BUMD, Yayasan,
Badan Hukum atau perusahaan yg menyertakan modal negara
Sedangkan yang dimaksud dengan
perekonomian negara adalah kehuidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri
yg didasarkan pada kebijakan pemerintah yg bertujuan memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan pada seluruh rakyat.
2.
Delik Pasal 3 (Penyalahgunaan
kewenangan, Kesempatan atau Sarana)
Menurut Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999
pelaku tindak pidana korupsi adalah setiap orang baik perorangan maupun
korporasi yg menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yg ada padaanya
karena jabatan atau kedudukannya. Oleh karena itu, pelaku Tipikor
menurut pasal 3 haruslah pejabat negara atau pegawai negri dalam ketentuan
pasal 1 angka 2 UU No.31 Tahun 1999 meliputi :
· Pegawai
Negri sebagaimana dimaksud dalam UU ttg kepegawaian (UU No. 8 Tahun 1974)
·
Pegawai
Negri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 KUHP
·
Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara
· Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasai yg menerima bantuan dari keuangan
negara
· Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasai yg menerima modal atau fasilitas
dari negara
Elemen dari Pasal 3 UU No. 31 Tahun
1999 adalah :
a. Dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain
b. Perbuatan
menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yg ada padanya karena
jabatan atau kedudukannya.
c.
Perbuatan
itu dapat merugikan keuangan/perekonomian negara
3. Menyuap
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Berdasarkan Pasal 5 ayat
1 UU No. 20 Tahun 2001 menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ialah
menyangkut suap aktif, yg menghukum setiap orang yg memberi atau menjanjikan
sesuatu kepada pegawai negri / penyelenggara negara.
Menurut Pasal 92 KUHP, yang dimaksud
dengan Pejabat / Pegawai negri terdiri dari :
a.
Orang
yg dipilih dalam Pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum
b.
Orang
yg pengankatannya menjadi anggota badan pembentuk UU
c.
Semua
anggota dewan
d.
Semua
kepala rakyat Indonesia
asli yg menjalankan kekuasaannya yg sah
e.
Hakim,
termasuk hakim wasit & hakim peradilan administrative
f.
Semua
anggota angkatan perang
Pasal
5 ayat (2) mengarur tentang suap pasif, yakni pegawai negeri penyelenggara
negara yg menerima pemberian atau janji.
4. Menyuap
Hakim dan Advokat
UU
No. 20 tahun 2001 pasal 6 ayat 1 mengatur tentang penyuapan secara aktif yg
dilakukan terhadap hakim atau advokat yaitu dengan memberi atau menjanjikan
sesuatu kepada hakim atau advokat. Sesuatu dapat berbentuk apa saja, apakah
uang, benda, jasa, atau kenikmatan lainnya
UU
No. 20 tahun 2001 pasal 6 ayat 1 mengatur tentang penyuapan secara pasif, yaitu
melarang hakim atau advokat yg menerima pemberian atau janji sebagaimana dalam
ayat1.
5. Perbuatan
Curang
Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001 ayat 1 mengatur
tentang penyuapan secara aktif yaitu setiap orang seperti pemborong yg
menyerahkan barang keperluan tentara nasional Indonesia dan kepolisian republic
Indonesia yg melakukan tipu daya dan nama palsu yg tidak sesuai dengan kondisi
sesungguhnya. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001 ayat 2 yaitu mengancam siapa saja orang yg menerima
penyerahan bangunan sebagaimana disebut dalam ayat 1
6. Penggelapan
dalam Jabatan
Pasal 8 UU No.20 Tahun 2001
menyebutkan perbuatan yg dilarang dalam pasal ini adalah dengan sengaja
mengelapkan uang atau suarat berharga yg disimpan karena jabatannya, atau
menbiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil/ digelapkan oleh orang lain.
7. Pemalsuan
Buku atau Daftar Khusus Pemeriksaan Administrasi
Menurut Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001
perbuatan yg dilarangt adalah dengan sengaja memalsukan buku-buku atau
daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi. Menurut ketentuan ini
tidak diperlukan timbulnya kerugian sebagai akibat perbuatan tersebut, akan
tetapi bila sudah ada pemalsuan sudah dapat dipidana
8. Menggelapkan,
Menghancurkan, Merusakkan Barang
Menurut
Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001, adapun perbuatan yg dilarang adalah
menggelapkan,
menghancurkan, atau merusakkan atau membuat suatu barang
secara
melawan hak yg seluruhnya atau sebagian milik orang lain & barang
tersebut
adanya bukan karena kejahatan. Menurut Pasal 10 huruf b UU No. 20
Tahun 2001
membiarkan orang lain, menghilangkan, menghancurkan, merusakkan
barang atau surat
atau akta atau dengan kata lain tidak mencegah dilakukannya
perbuatan yg dilarang.
9. Menerima
Hadiah atau Janji
Menurut
Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001,adapun perbuatan yg dilarang adalah
menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau
janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yg
berhubungan
dengan jabatannya, atau yg menurut pikiran orang yg memberikan
hadiah
atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya
Menerima hadiah bentuknya dapat
berupa apa saja misalnya uang; jasa; atau kenikmatan lainnya. Sedangkan
menerima janji berarti menerima suatu kesanggupan untuk memberikan atau
melakukan sesuatu dimana menurut pikiran orang yg memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
10. Menerima
hadiah atau janji
Pasal 12 UU No.20 Tahun 2001, adapun
perbuatn yg dilarang adalah menerima hadiah atau janji yaitu berupa barang,
uang atau jasa. Sedangkan janji adalah suatu pernyataan kesanggupan akan
memberi, menyerahkan, melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hadiah atau janji
itu diketahui atau patut diduga :
Untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yg bertentangan dengan
kewajibannya
-
Sebagai
akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yg bertentangan dengan kewajibannya
-
Untuk
mempengaruhi putusan perkara yg diserahkan kepadanya untuk diadili
-
Untuk
mempengaruhi nasehat atau pendapat yg diberikan kepadanya untuk diadili
-
Untuk
menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum yg
selanjutnya meminta atau memotong pembayaran kepada pegawai negri atas kas umum
padahal hal tersebut bukan merupakan hutang
-
Pada
waktu menyelenggarakan tugas meminta atau menerima penyerahan barang
seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya
-
Telah
menggunakan tanah negara yg diatasnya terdapat hak pakai
-
Langsung
atau tidk langsung turut serta dalam melakukan pengadaan untuk seluruhnya atau
sebagian terhadap pekerjaan yg di bebenkan padanya
11. Gratifikasi
Pasal 12 B UU No.12 Tahun 2001
menyebutkan gratifikasi ialah pemberian dalam arti luas yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga dan fasilitas
lainnya. Menurut pasal 12 B ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 setiap gratifikasi
kepada pegawai negri / penyelenggara negara dianggap memberi suap karena
berlawanan dengan kewajiban jabatan serta tugasnya. Menurut Pasal 12 C ayat 1
UU No. 20 tahun 2001, gratifikasi tidak dianggap sebagai suap jika penerima
melaporkan gratifikasi yg diterimanya pada KPK.
12.Tindak
pidana Korupsi Pasal 13
Menurut
pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 mengkualifikasi sebagai tindak pidana
korusi
ialah setiap orang yg memberi hadiah atau janji kepada pegawai negri
dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yg melekat pada jabatannya atau
kedudukannya.
Elemen dari pasal ini adalah :
·
Memberi
hadiah atau janji
Menurut elemen atau unsur ini ada
sesuatu yg diberikan kepada pegawai negri. Sedangkan janji merupakan
kesanggupan akan memberikan sesuatu kepada pegawai negri yg disuap tersebut
·
Kepada
Pegawai Negeri
Dalam hal ini, hadiah atau janji
haruslah diberikan kepada pegawai negri yaitu seperti yg dimaksud dalam :
a. UU
No. 8 Tahun 1974
Pegawai negri ialah orang atau mereka yg
memenuhi syarat-syarat yg ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yg
berlaku dan diangkat oleh pejabat yg berwenang serta yg di serahi tugas dalam
suatu jabatan negri. Menurut Pasal 2 pasal undang-undang ini, Pegawai Negeri
terdiri dari Pegawai Negeri Sipil,dan ABRI.
b. Pasal
92 KUHP
Pegawai Negri menurut pasal 92 KUHP
meliputi : Ayat (1)
·
Orang
yg dipilih dalam PEMILU
·
Orang
yg menjadi anggota badan pembentuk UU
·
Badan
Pemerintah
·
Badan
Perwakilan Rakyat
Ayat (2)
·
Hakim
Wasit
·
Hakim
Peradilan Administratif
·
Ketua
atau Anggota Pengadilan Agama
·
Semua
anggota TNI
a. UU
No. 31 Tahun 1999
- Orang Yg menerima gaji atau upah
dari keuangan Negara
- Orang Yg menerima gaji atau upah
dari korporasai yg menerima bantuan dr keuangan Negara
- Orang Yg menerima gaji atau upah
dari korporasai yg menerima modal atau fasilitas dari Negara
·
Karena
atau berhubungan dengan jabatan
Pemberian hadiah atau janji adalah
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yg melekat pada jabatan atau kedudukan
yang ada padanya. Disini tidak perlu ada unsur mempengaruhi pegawai negri, agar
melakukan sesuatu dalam tugasnya atau tidak melakukan sesuatu dalam tugasnya yg
bertentangan dengan kewajiban atau kewenangnnya. Akan tetapi sudah cukup bila
hadiah atau janji yg diberikan kepada pegawai negri tersebut karena kedudukan atau
jabatannya atau kewenangan yg ada pada jabatannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
berdasarkan
perspektif hukum, definisi korupsi secara gambling telah dijelaskan dalam 13
buah pasal dalam UU No. 13 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam berbagai bentuk / jenis
tindak pidana korupsi.
Berbagai
bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dikelompokkan
menjadi :
1. kerugian tehadap keuangan negara
2. suap-menyuap
3. penggelapan dalam jabatan
4. pemerasan
5. perbuatan curang
6. benturan kepentingan dalam pengadaan
7. gratifikasi
No comments:
Post a Comment