Wednesday, April 24, 2013

Makalah Delik Tindak Pidana Korupsi


DELIK TINDAK PIDANA KORUPSI

          Tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini telah merugikan keuangan negara atau perekonomian megara juga menghambat pertumbuhan juga kelangsungan pembangunan nasional. Ditengah pembangunan nasional diberbagai bidang,aspirasi masyarakat untuk membasmi korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena dalam kenyataannya adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang nanti pada akhirnya dapat menimbulkan dampak krisis diberbagai bidang. Untuk itu, upaya dan pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.
          Berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai korupsi dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dalam pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana.


PERUMUSAN DELIK TINDAK PIDANA KORUPSI

Perumusan Tindak Pidana Korupsi menurut Pasal 2 ayat 1 UU No. 13 Tahun 1999 adalah setiap orang (orang perorangan atau korporasi) yang memnuhi unsur/elemen dari pasal tersebut. Pelaku tindak pidana korupsi menurut Pasal ini adalah “setiap orang”, tidak ada keharusan Pegawai Negri. Dapat juga dilakukan oleh orang yang tidak berstatus sebagai pegawai negri atau korporasi, yg dapat berbentuk badan hukum atau perkumpulan. Adapun elemen dari Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 adalah :
  1. Secara Melawan hukum
Yg dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah mencakup pengertian secara formil ataupun materiil. Melawan hukum secara formil berarti perbuatan yg melanggar/bertentangan dengan undang-undang. Sedangkan melawan hukum secara materiil berarti bahwa meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun adalah melawan hukum apabila perbuatn tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat
  1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
Perbuatan yg dilakukan menurut elemen ini ialah :
  • Memperkaya diri sendiri, dengan melakukan perbuatan melawan hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta bendanya sendiri
  • Memperkaya orang lain ,dengan melakukan perbuatan melawan hukum itu dari pelaku ada orang lain yg menikmati bertambahnya kekayaan atau harta bendanya
  • Memperkaya korporasi

  1. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Dari rumusan elemen ini diketahui bahwa tipikor adalah delik formil, artinya akibat itu tidak perlu sudag terjadi. Akan tetapi, apabila perbuatan itu dapat/mungkin merugikan keuangan negara, perbuatan pidana sudah selesai dan sempurna.
Yang dimaksud dengan keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun termasuk didalamnya semua kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yg timbul karena :
·   Berada dalam penguasaan dan pertanggung jawaban pejabat atau lembaga negara
·       Berada dalam penguasaan atau pengurusan dan pertanggung jawaban BUMN/ BUMD, Yayasan, Badan Hukum atau perusahaan yg menyertakan modal negara
Sedangkan yang dimaksud dengan perekonomian negara adalah kehuidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yg didasarkan pada kebijakan pemerintah yg bertujuan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan pada seluruh rakyat.

2.   Delik Pasal 3 (Penyalahgunaan kewenangan, Kesempatan atau Sarana)

Menurut Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 pelaku tindak pidana korupsi adalah setiap orang baik perorangan maupun korporasi yg menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yg ada padaanya karena jabatan atau kedudukannya. Oleh karena itu, pelaku Tipikor menurut pasal 3 haruslah pejabat negara atau pegawai negri dalam ketentuan pasal 1 angka 2 UU No.31 Tahun 1999 meliputi :
·   Pegawai Negri sebagaimana dimaksud dalam UU ttg kepegawaian (UU No. 8 Tahun 1974)
·         Pegawai Negri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 KUHP
·         Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara
·    Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasai yg menerima bantuan dari keuangan negara
·   Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasai yg menerima modal atau fasilitas dari negara

Elemen dari Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 adalah :
a.          Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain
b.  Perbuatan menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yg ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.
c.            Perbuatan itu dapat merugikan keuangan/perekonomian negara

3.   Menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ialah menyangkut suap aktif, yg menghukum setiap orang yg memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri / penyelenggara negara.
Menurut Pasal 92 KUHP, yang dimaksud dengan Pejabat / Pegawai negri terdiri dari :
a.    Orang yg dipilih dalam Pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum
b.    Orang yg pengankatannya menjadi anggota badan pembentuk UU
c.    Semua anggota dewan
d.    Semua kepala rakyat Indonesia asli yg menjalankan kekuasaannya yg sah
e.    Hakim, termasuk hakim wasit & hakim peradilan administrative
f.     Semua anggota angkatan perang

Pasal 5 ayat (2) mengarur tentang suap pasif, yakni pegawai negeri penyelenggara negara yg menerima pemberian atau janji.

4.   Menyuap Hakim dan Advokat 
UU No. 20 tahun 2001 pasal 6 ayat 1 mengatur tentang penyuapan secara aktif yg dilakukan terhadap hakim atau advokat yaitu dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim atau advokat. Sesuatu dapat berbentuk apa saja, apakah uang, benda, jasa, atau kenikmatan lainnya

UU No. 20 tahun 2001 pasal 6 ayat 1 mengatur tentang penyuapan secara pasif, yaitu melarang hakim atau advokat yg menerima pemberian atau janji sebagaimana dalam ayat1.

5.   Perbuatan Curang 
Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001 ayat 1 mengatur tentang penyuapan secara aktif yaitu setiap orang seperti pemborong yg menyerahkan barang keperluan tentara nasional Indonesia dan kepolisian republic Indonesia yg melakukan tipu daya dan nama palsu yg tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001 ayat 2  yaitu mengancam siapa saja orang yg menerima penyerahan bangunan sebagaimana disebut dalam ayat 1

6.   Penggelapan dalam Jabatan
 Pasal 8 UU No.20 Tahun 2001 menyebutkan perbuatan yg dilarang dalam pasal ini adalah dengan sengaja mengelapkan uang atau suarat berharga yg disimpan karena jabatannya, atau menbiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil/ digelapkan oleh orang lain.

7.   Pemalsuan Buku atau Daftar Khusus Pemeriksaan Administrasi
 Menurut Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001 perbuatan yg dilarangt adalah dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi. Menurut ketentuan ini tidak diperlukan timbulnya kerugian sebagai akibat perbuatan tersebut, akan tetapi bila sudah ada pemalsuan sudah dapat dipidana

8.   Menggelapkan, Menghancurkan, Merusakkan Barang
 Menurut Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001, adapun perbuatan yg dilarang adalah
menggelapkan, menghancurkan, atau merusakkan atau membuat suatu barang
secara melawan hak yg seluruhnya atau sebagian milik orang lain & barang
tersebut adanya bukan karena kejahatan. Menurut Pasal 10 huruf b UU No. 20 Tahun 2001
membiarkan orang lain, menghilangkan, menghancurkan, merusakkan barang atau surat
atau akta atau dengan kata lain tidak mencegah dilakukannya perbuatan yg dilarang.

9.   Menerima Hadiah atau Janji 
Menurut Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001,adapun perbuatan yg dilarang adalah
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yg
berhubungan dengan jabatannya, atau yg menurut pikiran orang yg memberikan
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya

Menerima hadiah bentuknya dapat berupa apa saja misalnya uang; jasa; atau kenikmatan lainnya. Sedangkan menerima janji berarti menerima suatu kesanggupan untuk memberikan atau melakukan sesuatu dimana menurut pikiran orang yg memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

10.    Menerima hadiah atau janji

Pasal 12 UU No.20 Tahun 2001, adapun perbuatn yg dilarang adalah menerima hadiah atau janji yaitu berupa barang, uang atau jasa. Sedangkan janji adalah suatu pernyataan kesanggupan akan memberi, menyerahkan, melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Hadiah atau janji itu diketahui atau patut diduga :

Untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yg bertentangan dengan kewajibannya
-          Sebagai akibat atau disebabkan telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yg bertentangan dengan kewajibannya
-          Untuk mempengaruhi putusan perkara yg diserahkan kepadanya untuk diadili
-          Untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yg diberikan kepadanya untuk diadili
-          Untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum yg selanjutnya meminta atau memotong pembayaran kepada pegawai negri atas kas umum padahal hal tersebut bukan merupakan hutang
-          Pada waktu menyelenggarakan tugas meminta atau menerima penyerahan barang seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya
-          Telah menggunakan tanah negara yg diatasnya terdapat hak pakai
-          Langsung atau tidk langsung turut serta dalam melakukan pengadaan untuk seluruhnya atau sebagian terhadap pekerjaan yg di bebenkan padanya

11.    Gratifikasi
 Pasal 12 B UU No.12 Tahun 2001 menyebutkan gratifikasi ialah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga dan fasilitas lainnya. Menurut pasal 12 B ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 setiap gratifikasi kepada pegawai negri / penyelenggara negara dianggap memberi suap karena berlawanan dengan kewajiban jabatan serta tugasnya. Menurut Pasal 12 C ayat 1 UU No. 20 tahun 2001, gratifikasi tidak dianggap sebagai suap jika penerima melaporkan gratifikasi yg diterimanya pada KPK.

12.Tindak pidana Korupsi Pasal 13
 Menurut pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 mengkualifikasi sebagai tindak pidana
korusi ialah setiap orang yg memberi hadiah atau janji kepada pegawai negri
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yg melekat pada jabatannya atau
kedudukannya. Elemen dari pasal ini adalah :
·         Memberi hadiah atau janji
Menurut elemen atau unsur ini ada sesuatu yg diberikan kepada pegawai negri. Sedangkan janji merupakan kesanggupan akan memberikan sesuatu kepada pegawai negri yg disuap tersebut
·         Kepada Pegawai Negeri
Dalam hal ini, hadiah atau janji haruslah diberikan kepada pegawai negri yaitu seperti yg dimaksud dalam :

a.   UU No. 8 Tahun 1974
     Pegawai negri ialah orang atau mereka yg memenuhi syarat-syarat yg ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yg berlaku dan diangkat oleh pejabat yg berwenang serta yg di serahi tugas dalam suatu jabatan negri. Menurut Pasal 2 pasal undang-undang ini, Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil,dan ABRI. 
b.   Pasal 92 KUHP
Pegawai Negri menurut pasal 92 KUHP meliputi : Ayat (1)
·         Orang yg dipilih dalam PEMILU
·         Orang yg menjadi anggota badan pembentuk UU
·         Badan Pemerintah
·         Badan Perwakilan Rakyat

Ayat (2)
·         Hakim Wasit
·         Hakim Peradilan Administratif
·         Ketua atau Anggota Pengadilan Agama
·         Semua anggota TNI

a.   UU No. 31 Tahun 1999
  • Orang Yg menerima gaji atau upah dari keuangan Negara
  • Orang Yg menerima gaji atau upah dari korporasai yg menerima bantuan dr keuangan Negara
  • Orang Yg menerima gaji atau upah dari korporasai yg menerima modal atau fasilitas dari Negara

·         Karena atau berhubungan dengan jabatan
Pemberian hadiah atau janji adalah dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yg melekat pada jabatan atau kedudukan yang ada padanya. Disini tidak perlu ada unsur mempengaruhi pegawai negri, agar melakukan sesuatu dalam tugasnya atau tidak melakukan sesuatu dalam tugasnya yg bertentangan dengan kewajiban atau kewenangnnya. Akan tetapi sudah cukup bila hadiah atau janji yg diberikan kepada pegawai negri tersebut karena kedudukan atau jabatannya atau kewenangan yg ada pada jabatannya.
























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
berdasarkan perspektif hukum, definisi korupsi secara gambling telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 13 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam berbagai bentuk / jenis tindak pidana korupsi.

Berbagai bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dikelompokkan menjadi :
1.    kerugian tehadap keuangan negara
2.    suap-menyuap
3.    penggelapan dalam jabatan
4.    pemerasan
5.    perbuatan curang
6.    benturan kepentingan dalam pengadaan
7.    gratifikasi





No comments:

Post a Comment