Monday, August 1, 2011

Si “Ucak” Sang Pemimpin

Oleh Yofika Pratiwi 

Profil Rahmita Budiarti Ningsih
 “Saya fikir, saya sudah S2, kapan lagi harus mengabdi pada masyarakat.”

@Rahmita bersama Linda Gumelar

Ramah bersahaja itulah kesan pertama ketika bertemu Rahmita Budiarti Ningsih. Perempuan berkulit putih, tinggi semampai, tengah sibuk memasak di dapur rumahnya Minggu (21/09).
Namun siapa nyana tanpa harus mengabaikan perannya sebagai seorang istri dan ibu, ia juga memiliki segudang aktifitas lainnya. Ibu dari dua orang anak ini, kini bekerja sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Riau dan pernah aktif di sembilan organisasi.

Mencurahkan Waktu Di Organisasi

Wanita yang hobbi berorganisasi ini mengawali karirnya keorganisasiannya ternyata karena suatu ketidaksengajaan. Satu dasawarsa lalu setelah menyelesaikan S2, ia diajak oleh Dra. Hj. Septina Primawati Rusli, MM untuk bergabung di Yayasan Amal Bhakti Majelis Taklim BKMT. Karena tak ada kegiatan sepulang mengajar di kampus akhinya ia bergabung di organisasi. “Saya fikir, saya sudah S2, kapan lagi harus mengabdi pada masyarakat,” ujar Rahmita.

Karena keuletannya dan pandai dalam menggunakan berbagai teknologi yang ada, setelah dari yayasan ia dimasukkan ke Badan Kajian Majelis Taklim Provinsi Riau oleh Hj. Roslaini Suko.organisasi ini merupakan organisasi berlatarkan dakwah agama. Meskipun tak memiliki latar belakang ilmu dakwah, ia di letakkan di bidang pengembangan organisasi. Di BKMT ia bertugas berkeliling daerah untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ke berbagai kabupaten/kota. Berbagai pengalaman diperolehnya dengan mengikuti berbagai rapat kerja (Raker) dan musyawarah nasional (Munas) sebagai utusan BKMT keluar provinsi Riau.

Karena seringnya ia diundang berbagai Raker dan Munas akhirnya pada saat kongres Internasional Muslim Women Union (IMWU), Tuti Awaliyah Wahid selaku Ketua IMWU mengundangnya yang pada saat itu dihadiri delapanpuluh enam negara. Saat itu timbullah idenya untuk membuat seminar bersama negara serumpun membahas tentang persoalan perempuan.

“Mereka sering bilang kita serumpun, persoalan kita sama, makanya ide seminar ini muncul,” ujar putri keempat dari enam bersaudara ini. Seminar yang ditaja BKMT ini bertema Muslimah Negara Jiran Serumpun (Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunai Darussalam). Dari seminar itu dihasilkan rekomendasi bagaimana negara-negara serumpun beranggapan bahwa perempuan harus punya pemberdayaan meskipun secara agama dan budaya itu mengatakan bahwa tempat yang baik bagi perempuan di rumah. Ia berperan sebagai ketua pelaksana kala itu.

Selain menaja seminar ia juga menerbitkan buku “Mengayuh Biduk Menebar Karya” pada saat sewindu BKMT Provinsi Riau berkiprah di Bumi Lancang Kuning dan ia memegang peranan penting di blutien Lentera BKMT sebagai Pimpinan Redaksi.

Keaktifannya di BKMT jua menjadi gerbang pembuka ia mengikuti berbagai organisasi lainnya yakni: P3MR tahun 2002 dibidang pemberdayaan perempuan, Lembaga Adat Melayu Riau tahun 2006 bidang pemberdayaan perempuan, BP2EP 2001-2007 sebagai ketua, Koperasi Wanita Dang Purnama FE Unri tahun 2001-2004 sebagai ketua, Ikatan Alumni FE Unri 2004-2008 sebagai wakil ketua II, PSAHAM Unri tahun 2002-2005 bidang pemberdayaan perempuan, dan kini aktif di Pusat data dan informasi Perempuan Riau {Pusdstin Puanri) tahun 2004-2008 sebagai Ketua Harian. Dia selalu berperan di bidang pemberdayaan perempuan dihampir seluruh organisasi yang ia geluti

Tak hanya mengukir prestasi di BKMT ia jua terus berkarya di organisasi lainnya. Sebagai Ketua Harian Pusdatin Puanri, memiliki kesibukan yang begitu banyak, selain itu ia juga diharuskan mengayomi seluruh anggota. Baginya semua itu bukanlah suatu hambatan yang berarti. “Organisasi merupakan proses pembelajaran, kita bertemu banyak orang dan beragam karakter ketika kita bisa masuk didalamnya, ada kemenangan tersendiri,” ujar mantan sekeretaris jurusan Ilmu Ekonomi FE Unri periode 2003-2007 ini.

Di Pusdatin ia tak berhenti berkarya, selain melakukan berbagai penyuluhan bagi para perempuan Riau ia juga menuangkan idenya dengan menerbitkan buku Mutiara Yang Terjaring tahun 2007 lalu. Buku ini berawal dari pendataan perempuan Riau yang banyak berjasa bagi Riau tapi tak diketahui orang dan belum terdata.

Tak hanya itu masih ada buku lain yang telah disusunnya di tahun 2008 buku Semarak Kemilau Pantun, Bunga Rampai, Pemberdayaan Umat, Mencerdaskan Bangsa. Hal ini dilakukannnya karena tak ingin ide-ide yang ada hanya akan berlalu begitu saja. “Karena kalau hanya ngomong aja habis hari ini, tapi kalau buat buku ada yang dikenang,” ujar istri dari Umar SE ini. Kini ibu dari Mutiara Rahmi Utami dan Habib Abdurahman ini juga melakukan penelitian-penelitian tentang perempuan di berbagai daerah di Provinsi Riau.

Berprestasi Sejak Dini

Ternyata segala prestasi yang disabetnya tak datang begitu saja. Hal itu merupakan buah manis yang ia tanam semenjak kecil. Prestasi yang ditorehkannnya telah ia telah lama “rajut”. Wanita kelahiran Jakarta 29 September 1964 ini telah mengukir prestasi sejak ia duduk dibangku Sekolah Dasar. Ketika ia bersekolah di SD 019 Pekanbaru ia selalu meraih juara kelas.

Saat ia memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama ia sempat tiga kali berpindah-pindah sekolah dikarenakan pekerjaan sang Ayah. Pertama ia bersekolah di SMP 4 Pekanbaru, lalu pindah ke SMP Ikip Bandung, dan terakhir ia menamatkan sekolah menengah Pertama nya di SMP Pertiwi Pekanbaru. Di tiga sekolah itu ia juga selalu menyabet juara kelas.

Di Sekolah Menengah Atas SMPP 49 Pekanbaru ia juga memperoleh gelar yang sama. Hal itu diraihnya karena didikan sang ayah yang juga seorang pengajar bahkan orang nomor satu di Universitas Riau , yakni Prof. DR. H. Muchtar Lutfi. “Karena ayah saya guru, jadi diutamakan membaca, jadi orang lain belum tahu terkadang saya sudah tahu ,”ujar wanita yang biasa dipanggil Ita, mengingat didikan sang ayah. Semasa SMA ia juga pernah ditawari untuk mengikuti pertukaran pelajar pemuda namun karena fisik yang kurang kuat dalam berlari ia harus kalah dengan rekannya yang lain.

Wanita yang sedari kecil bercita-cita menjadi dosen ini tetap berprestasi di bangku perkuliahan. Karena sakit asma yang dideritanya, ia tak bisa berjauhan dari kedua orang tuanya, lantas ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Riau jurusan Ilmu Ekonomi Unri. Jurusan itu ia pilih karena kesukaannya pada ilmu statistik. Meskipun kala ia berkuliah sang Ayah menjabat Rektor di universitas yang sama, ia tetap berprestasi dengan kemampuannya sendiri tanpa embel-embel sang Ayah. Usut punya usut ternyata selain ilmu ekonomi yang ia kuasai sehingga bergelar Mahasiswa Teladan II se-Fakultas ia juga amat mahir dibidang tarik suara. Juara III Paduan Suara Se sumatera dan Juara Vokal grup Tingkat Universitas pernah dikantonginya.

Semua prestasi itu membuatnya diminta untuk bekerja oleh beberapa Bank Swasta di Riau. Namun karena cita-cita dan kepeduliannya terhadap dunia pendidikan ia lebih memilih menjadi dosen di bekas Almamaternya.

Uniknya saat akan melanjutkan jenjang pendidikannya ke S2 ia mengambil jurusan yang jauh berbeda dengan profesi yang ia tekuni. Kajian Wanita di Universitas Indonesia adalah tempat yang ia pilih. “Saya mengambilnya karena prospek kedepannya yang menurut ayah saya bagus,” ujarnya singkat.

Tak Gentar Menghadapi Hambatan

Meski gemar dengan segala rutinitas yang padat baginya ini bukan merupakan suatu hambatan. Bagi Ita resepnya adalah jika kita mampu kerjakan, dan selalu menikmati pekerjaan serta lakukan yang terbaik sesuai kemampuan kita. Semuanya ia lakukan secara beriringan tugas utama sebagai istri dan ibu, dosen dan semua organisasi yang ia ikuti. Karena keberhasilannya mengayomi orang, selalu berprestasi dan selalu membawa suasana hangat bagi oranglain ia digelari rekannya “Ucak”. Dimana ia ada disitulah orang berkumpul itulah yang disebut “Ucak” dalam permainan setatak.

“Sewaktu kecil saya diprediksi berumur pendek karena menderita asma, saya ga nyangka bisa begini sekarang”, ujarnya mengenang masa silam. Kini di usianya yang menginjak empatpuluh empat tahun ia hanya ingin memanfaatkan ilmu yang ia peroleh kepada orang lain agar tak sia-sia.

Cita-cita yang ingin ia wujudkan kelak adalah meraih gelar Doktor dan Proffesor. “ kalau ada anggapan orang tuanya tamat SMA anaknya S1, saya orang tua Proffesor gmn?”, ujarnya tertawa. Dan ia selalu menginginkan perempuan Riau agar selalu maju.
“Saya pengennya majulah perempuan jadi pemimpin, janganlah mau kalah, menjadi tuan di negeri sendiri,” harapnya.

Dengan penyakit yang dideritanya membuatnya setegar batu karang. Justru kalau tak beraktivitas ia merasa badannya serasa sakit. Dengan segala rutinitas yang begitu padat demi memperjuangkan dan memberikan pelajaran bagi kaum hawa, ia sangat berharap agar perempuan tidak menjadi kaum tertinggal. Perempuan Riau jangan mau kalah, menjadi pemimpin di ”negara ” sendiri,” harapnya.

Bisa dibilang ia orang yang betul-betul total di setiap organisasi yang diikutinya. Kini ia optimis untuk tetap menjalankan berbagai agenda dan program di Pusdatin Puanri, tanpa harus meninggalkan rutinitasnya sebagai seorang dosen dan ibu rumahtangga yang baik.

No comments:

Post a Comment