Monday, August 1, 2011

"DJ" di Kursi Legislatif

Oleh Yofika Pratiwi

Profil Hj. Khadijah S.Si, M.Si

Selamat datang di dunia yang penuh intrik. Itulah kesan awal dan berbaur rasa khawatir saat memasuki dunia politik. Hal itu terlintas dibenaknya, karena ucapan orang-orang di sekitarnya yang beranggapan legislatif penuh dengan kompromi dan manipulasi. Namun persepsi itu hilang ketika ia berada di antara para wakil rakyat lainnya. Menurutnya, bagaimana bisa kompromi karena semua yang mereka lakukan bersifat terbuka, bahkan rapat penentuan anggaran diliput media hingga dini hari.


Tahun 2004, Dije tepilih menjadi anggota DPRD Provinsi Riau di komisi C. Ia begitu menyukai berada di komisi yang mengurusi keuangan dan anggaran ini. Menurutnya komisi ini seharusnya diisi banyak perempuan, karena sangat teknis dan detail. ”Kita itu lebih cerewet, lebih jeli, termasuk kemampuan kita menganalisa harga. Kita menganalisa harga, dan hal itu yang biasanya terlewati laki-laki,”ujarnya.

Hanya ia perempuan kala itu di komisinya. Sebulan berada di legislatif ia sudah ditantang untuk meluluskan tuntutan masyarakat, menaikkan Dana Bagi Hasil Riau (DBH) di pusat. Meski masih terbilang baru ibu dua putra ini dipercaya sebagai sekretaris tim perjuangan DBH. Tim yang diketuai langsung Drh. Chaidir beranggotakan lima orang dan ialah perempuan tunggal diantaranya.

Perjuangan menghabiskan waktu hingga lima bulan. Rapat marathon hampir setiap malam berlangsung, bahkan sampai berpindah-pindah tempat. Permintaan yang beragam dari setiap provinsi membuat jalan menjadi lebih berat. ”Tak banyak yang membantu dipusat,” terangnya. Dengan melakukan pendekatan partai oleh setiap anggota tim, perjuangan pun berhasil. DBH naik 0,5 %.

Khadijah juga berperan dalam memperjuangkan Badan Perempuan. Ia bersama tiga orang anggota legislatif perempuan yang ada disana berjuang layaknya fraksi balkon. Mereka berusaha meyakinkan kaum adam yang ada disana bahwa badan amat dibutuhkan. Anggapan yang mengatakan Badan Perempuan tak ada gunanya, dan hanya menghabiskan anggaran. Berhasil mereka tepis dan Badan Perempuan terbentuk.

Perempuan Layak di Legislatif

Tak bisa di pungkiri kini peran perempuan di legislatif telah begitu nyata. ”Kendati secara persentase kita kecil, tapi kita ikut melakukan perubahan,” jelasnya. Tak hanya melakukan perubahan legislatif perempuan juga lebih unggul secara morality. ”Legislatif perempuan berdasarkan data yang ada sangat kecil kasus perempuan di lembaga ini, bukankah itu prestasi,” jelasnya.

Karena itu ia berharap agar perempuan dimasa kini memikirkan dengan matang ketika akan terjun di dunia politik. ”Dia harus punya kendaraan yaitu partai, jangan asal masuk dan hanya untuk memenuhi kuota,” pesannya.

Dan perempuan jugalah menurutnya yang menentukan dirinya akan berkedudukan dimana. ” Ingin kedudukan sama dengan laki-laki harus start sama dengan laki-laki,” ujarnya. Ia tak perempuan tak mau ikut berproses, dan mengandalkan materi dan instant. Karena yang menentukan kemajuan daerah, rakyat. ditangan mereka yang ada di legislatif.

Ingin perubahan

Di akhir masa jabatannya ia masih memiliki keinginan agar daerah pilihannya lebih baik lagi kondisinya. Daerah yang merupakan Kabupaten terkaya, namun memiliki rakyat yang miskin. ”Kalau ingat ini saya merinding,” kenangnya.

Kala ia turun di Desa Tanjung Padang, Kecamatan Merbau. Di desa itu listik langka, jalan tak beraspal, air berwarna seperti kopi. ”Begitu terpencilnya sampai ada masyarakat yang sampai akhir hayatnya ga pernah ke Pekanbaru,” ujarnya.

Belum lagi daerah Rangsang. ”Kata orang terhukum geografis,” ujarnya sedih. Banyak yang beranggapan jika jalan dibangun membutuhkan dana yang tinggi. Kondisi jalan yang begitu parah dan akses menuju desa sulit membuat warga kesulitan melakukan berbagai aktifitas. ”Sekolah naik sepeda 9 km, jadi bersekolah harus bisa naik sepeda, akhirnya masuk SD umurnya udah 10 tahun,” ujarnya.

”Saya telah memberi masukan kepada DPRD kabupaten,” ujarnya. Namun hingga kini kondisi nya tak berubah, dan aspirasinya tak juga terwujud.

Meskipun belum terwujud ia yakin desa itu pasti bisa maju menurutnya. Tak ada yang tak mungkin itulah prinsip perempuan yang telah 2,5 tahun berpindah ke komisi D itu. Bahkan keinginannya menjadi proffesor bukan tak mungkin di wujudkan. Itulah optimisme Magister Teknik Studi Pembangunan ini.

No comments:

Post a Comment