Wednesday, April 24, 2013

Makalah: Badan Hukum


 Badan Hukum

Bilamana seseorang untuk waktu yang pendek maupun untuk waktu yang lama meninggalkan tempat tinggalnya, tetapi sebelum ia pergi memberikan surat kuasa kepada orang lain untuk mewakili dirinya mengurus harta kekayaannya, maka keadaan tidak ditempat orang itu tidak menimbulkan persoalan. Akan tetapi bilamana orang tersebut pergi meninggalkan tempat tinggal tanpa memberikan kuasa apapun kepada oranglain untuk mewakili dirinya atau untuk mengurus harta kekayaannya dan segala kepentingannya, maka keadaan tidak ditempatnya orang itu menimbulkan persoalan.
Meskipun orang yang meninggalkan tempat tinggal itu tidak kehilangan statusnya sebagai Persoon atau sebagai subyek hukum, namun keadaan tidak ditempat   (keadaan tak hadir –afwezigheid) orang tersebut menunggalkan ketidak pastian hukum, sehingga oleh karena itu pembentuk undang-undang perlu mengaturnya.
Ketentuan mengenai keadaan tidak ditempat atau keadaan tidak hadir (afwezigheid) termuat dalam BW Buku 1 pasal 463 s/d 495 dan dalam Stb. 1946 No. 137 jo Biblad V dan Stb. 1949 No.451.
Undang-undang mengatur keadaan tidak ditempat atas tiga masa atau tingkatan, yaitu masa persiapan (pasal 463 s/d 466), masa yang berhubungan dengan pernyataan bahwa orang yang meninggalkan tempat itu mungkin meninggal dunia (pasal 467 s/d 483) dan masa pewarisan secara definitive (pasal 484).
Dalam masa persiapan (tindakan sementara) tidak perlu ada keraguan apakah orang yang meninggalkan tempat tinggal itu masih hidup atau sudah meninggal dunia, akan tetapi ada alasan yang mendesak guna mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya atau guna mengadakan seorang wakil baginya. Pada masa ini Pengadilan Negeri tempat tinggal orang yang keadaan tak hadir itu menunjuk Balai Harta Peninggalan (weeskamer) untuk menjadi pengurus harta kekayaan dn segala urudan orang tersebut. Sekiranya harta kekayaan dan kepentingan orang yang tidak ditempat tidak banyak, maka untuk mengurus harta kekayaan dan mewakili kepentingannya itu, Pengadilan Negeri dapat memerintahkan kepada seorang atau lebih dari keluarga sedarah atau semenda atau kepada isteri atau suaminya.
 Masa yang berhubungan dengan pernyataan bahwa orang yang meninggalkan tempat itu mungkin meninggal dunia, yaitu setelah lewat 5 tahun sejak keberangkatannya dari tempat tinggalnya atua 5 tahun sejak diperolehnya kabar terakhir yang membuktikan bahwa pada waktu ia masih hidup, setelah diadakan pemanggilan secara umum dengan memuat di surat kabar sebanyak tiga kali. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang tidak ditempat beralih kepada ahli warisnya. Tetapi ini hanya bersifat sementara dan dengan pembatasan-pembatasan.
Sedangkan masa pewarisan secara definitif adalah masa dimana persangkaan bahwa orang yang tidak ditempat itu telah meninggal dunia semakin kuat yaitu setelah lampau 30 tahun sejak hari pernyataan kemungkinan meninggal dunia atau setelah lampau 100 hari terhitung sejak hari lahir orang yang tidak ditemnpat.
Meskipun demikian dalam setiap masa dalam setiap masa itu orang yang tidak ditempat tersebut tetap mempunyai wewenang berhak dan wewenang bertindak atas harta kekayaan yang ditinggalkannya, dimana kalau ia muncul kembali maka hak-hak dan kewajiban-kewajibannya kembali kepadanya dengan batasan-batasa tertentu (pasal 486 dan pasal 487).
Kemudian dalam pasal 489/492 diatur tentang akibat-akibat keadaan tidak ditempat yang berhubungan dengan perkawinan. Tapi dengan berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal-pasal BW mengenai alwezigheid yang berhubungan dengan perkawinan ini kiranya sudah tidak relevan lagi.
Pentingnya pengaturan mengenai keadaan tidak di tempat atau keadaan tidak hadir terutama adalah pada masa dahulu dimana hubungan antar daerah masih sukar. Berbeda dengan zaman modern sekarang dimana hubungan antar daerah maupun antar Negara sudah lancar. Untuk sekarang pengaturan mengenai keadaan tak hadir tetap tidak ada gunanya, satu dan lain hal bila terjadi perang atau terjadi kekacauan-kekacauan, dimana orang banyak yang hilang dan perhubungan dengan beberapa daerah atau Negara terputus.


1.   Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum

A.                Pengertian Badan Hukum
Dalam pergaulan hukum ditengah-tengah masyarakat, ternyata manusia bukan satu-satunya subyek hukum (pendukung hak dan kewajiban), tetapi masih ada subyek hukum lain yang sering disebut “Badan Hukum” (rechtspersoon).
Badan hukum inipun dapat mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta dapat pula mengadakan hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking/rechtsverhouding) baik antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lain maupun antara badan hukum dengan orang manusia (natuurlijkpersoon). Karena itu badan hukum dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa dan segala macam perbuatan dilapangan harta kekayaan.
Dengan demikian Badan Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang  tidak berjiwa sebagai lawan pendukung hak dan kewajiban yang berjiwa yakni manusia. Dan sebagai subjek hukum yang tidak berjiwa, maka badan hukum tidak dapat dan tidak mungkin berkecimpung dilapangan keluarga seperti mengadakan perkawinan, melahirka anak dan sebagainya.
Badan Hukum (rechtspersoon) disamping manusia tunggal (natuurlijkpersoon) adalah suatu realita yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat. Sebab, manusia selain mempunyai kepentingan perseorangan (individual), juga mempunyai kepentingan bersama dengan tujuan bersama yang harus diperjuangkan bersama pula. Karena itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu organisasi dan memilih pengurusnya untuk mewakili mereka.

B.                 Teori-teori Badan Hukum
  Dalam ilmu pengetahuan hukum timbul bermacam-macam teori tentang badan hukum yang satu sama lain bebeda-beda.

 Berikut ini hanya dikemukakan 5 macam teori saja yang sering dikutip oleh penulis-penulis ahli hukum kita, yaitu :

1.       Teori Fictie dari Von Savigny
Menurut teori ini bada hukum itu semata-mata buatan negara saja. Badan Hukum itu hanyalah fiksi, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam sebagi subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Teori ini diikuti juga oleh Houwing.

2.       Teori Harta Kekayaan Bertujuan (Doel vermogents theori)
Menurut teori ini hanya manusia saja yang menjadi subyek hukum. Namun, ada kekayaan (vermogants) yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan yang terikat kepada tujuan tertentu inilah yang diberi nama badan hukum. Teori ini diajarkan oleh A.Brinz, dan diikuti oleh Van der heyden.

3.       Teori Organ dari Otto van Gierke
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubyek, tetapi badan hukum adalah suatu organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dakam pergailan hukum, yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-anggotanya) seperti manusia biasa, yang mempunyai pancaindra dan sebagainya. Pengikut teori organ ini antara lain Mr.L.C.Polano.

4.       Teori Propriete Collective
Teori ini diajarkan oleh Planoil dan Molengraff. Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum pada hakikatnya adalah hak dan kewjiban para anggota bersama-sama. Kekayaan badan hukum adalah kepunyaan bersama semua anggotanya. Orang-orang yang berhimpun tersebut merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Oleh karena itu, badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja.

5.       Teori Kenyataan dan Yuridis (Juridische Realiteisler)
  Dikatakan bahwa badan hukum itu merupakan suatu realiteit, konkrit, riil walaupun tidak bisa diraba, bukan hayal, tetapi kenyataan yuridis. Teori ini dikemukakan oleh Mejers ini menekan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia terbatas sampai pada bidang hukum saja.

Meskipun teori-teori tentang badan hukum tersebut berbeda-beda dalam memahami hakikat badan hukum, namun teori-teori itu sependapay bahwa badan-badan hukum dapat ikut berkecimpung dalam pergaulan hukum dimasyarakat, meskipun dengan beberapa pengecualian.


C.  Pembagian Badan-badan hukum
menurut pasal 1653 BW badan hukum dapat dibagi atas 3 macam yaitu:
1.       Badan hukum yang diadakan oleh pemerintah/ kekuasaan umum, misalnya Daerah Tingkat 1, daerah Tingkat II/Kotamadya, Bank-bank yang didirikan oleh Negara
2.       Badan hukum yang diakui oleh pmerintah/kekuasaan umum, misalnya perkumpulan-perkumpulan, gereja dan organisasi-organisasi agama.
3.       Badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan Undang-undang dan kesusilaan, seperti PT, perkumpulan asuransi, perkapalan.

Kalau badan hukum itu dilihat dari segi wujudnya maka dapat dibedakan atas 2 macam:
1.       Kooperasi (corporatie) adalah gabungan (kumpulan) orang-orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai suatu subyek hukum tersendiri. Karena itu koorporasi ini merupakan badan hukum yang beranggota, akan tetapi mempunysi hak-hak dan kewajiban-kewajiban sendiri terpisah dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban anggotanya. Misalnya: PT (NV), perkumpulan, koperasi, Indonesische maatschappij opaandelen (IMA) dan sebagainya.
2.       Yayasan (stichting) adalah harta kekayaan yang tersendirikan untuk tujuan tertentu. Jadi pada yayasan tidak ada anggota, yamg ada hanyalah pengurusnya.

Batas antara korporasi dan yayaan tidak tegas, karenanya timbul beberapa ajaran untuk membedkan korporasi itu dengan yayasan sebagai brikut:
a.  Pada korporasi para anggotanya bersama-sama mempunyai kekayaan dan bermacam-macamkepentingan yang berwujud dalam badn hukum itu, sedangkan pada yayasan kepentingan yayasan tidak terletak pada anggotanya, karena yayasan tidak mempunyai anggota.
b.  Dalam korporasi para anggota bersama-sama merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi; sedangkan dalam yayasan yang memegang kekuasaan tertinggiadalah pengurusnya.
c.  Dalam korporasi yang menentukan maksud dan tujuannya adalah para anggotanya; sedangkan dalm yayasan yang mementukan maksud dan tujuannya ditetapkan oleh orang-orang yang mendirikan yang selanjutnya berdiri diluar badan tersebut.
d.  Pada korporasi titik berat pada kekuasaan dan kerjanya; sedangkan pada yayasan titik berat pada satu kekayaan yang ditujukan untuk mencapai sesuatu maksud tertentu.

Badan hukum dapat pula dibedakan atas 2 jenis yakni:
1.       Badan hukum publik
2.       Badan hukum privat

Di Indonesia kriterium yang dipaki untuk menentukan sesuatu badan termasuk badan hukum publik atau termasuk badan hukum privat ada 2 macam:
a) Berdasarkan terjadinya, yakni “badan hukum Privat” didirikan oleh perseorangan, sedangkan “badan hukum public” didirikan oleh pemerintah/Negara.
b) Berdasarkan lapangan kerjanya, yakni apakah lapangan pekerjaannya itu untuk kepentingan umum atau tidak. Kalau lapangan pekerjaannya itu untuk kepentingan umum maka badan hukum tersebut merupakan badan hukum public, kalau lapangan pekerjaanya untuk kepentingan perseorangan maka badan hukum itu termasuk badan hukum privat.

Badan hukum public misalnya :
  • Negara RI
  • Daerah Tingkat I
  • Daerah Tingkat II/Kotamadya
  • Bank-bank Negara (seperti Bank Indonesia)

Badan hukum privat misalnya :
Ø  Perseroan Terbatas (PT)
Ø       Koperasi
Ø       Perkapalan
Ø  Yayasan

D.    Peraturan tentang Badan Hukum (Rechtspersoon)
BW tidak mengatur secara lengkap dan sempurna tentang badan hukum. Dalam BW ketentuan tentang badan hukum hanya termuat pada Buku III title pasal 1653 s/d 1665 dengan istilah “van zedelijke lichamen” yang dipandang sebagai perjanjian, karena itu lalu diatur dalam Buku III tentang perikatan. Hal ini menimbulkan keberatan para ahli karena badan hukum adalah persoon, maka seharusnya dimasukkan dalam Buku ! tentang orang.
Peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang badan hukum ini antara lain termuat dalam Stb. 1870 No. 64 tentang pengakuan badan hukum; stb.1927 No.156 jo. Gereja dan organisasi-organisasi agama; Stb 1939 No. 570 jo. 717 tentang badan hukum Indonesia; 1939 No. 569 jo.717 tentang Indonesische Maatschappij op aandelen (IMA); Kitab Undang-undang Hukum Dagang tentang PT, perseroan Perkapalan dan perkumpulan asuransi; Undang-undang No. 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian yang mengatur tentang badan hukum koperasi; dan lain-lain. Sedangkan yayasan tidak diatur dalam undang-undang, tetapi diatur dalam kebiasaan dan yurisprudensi.

E. Syarat-syarat badan Hukum
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan/perkumpulan/badan usaha agar dapat dikatakan sebagai badan hukum (rechtspersoon). Menurut doktrin syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1)       Adanya harta kekayaan yang terpisah.
Harta kekayaan ini diperoleh dari par anggota maupun dari perbuatan pemisahan yang dilakukan seseorang/partikiler/pemerintah untuk suatu tujuan tertentu. Adanya harta kekayaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pada badan hukum yang bersangkutan. Harta kekayaan ini, meskipun berasl adri anggotanya, namun terpiasah dengan harta kekayaan kepunyaan pribadi anggotanya itu. Perbuatan pribadi anggota-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan tersebut, sebaliknya, perbuatan badan hukumyang diwakili pengurusnya tidak mengikat harta kekayaan anggota-anggotanya.
2)       Mempunyai tujuan tetrtentu
Tujuan tertentu ini dapat berupa tujuan yang idiil maupun tujuan komersil yang merupakan tujuan tersendiri dari pada badan hukum. Jadi bukan tujuan untuk kepentingan satu atau beberapa orang anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan hukum dengan diwakili organnya. Tujuan yang hendak dicapai itu lazimnya dimuskan dengan jelas dan tegas dalam anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
3)       Mempunyai kepentingan sendiri
Dalam mencapai tujuannya, badan hukum mempunyai kepentingan tersendiri yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan-kepentingan tersebut merupakan hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum. Oleh karena itu badan hukum mempunyai kepentingan tersendiri, dan dapat menuntut serta mempertahankannya terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya. Kepentingan sendiri dari badan huku itu harus stabil, artinya tidak teriakt pada suatu waktu yang pendek, y\tetapi untuk jangka waktu yang panjang.

4)       Ada organisasi yang teratur
Badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis. Karena itu sebagai ubyek hukum disamping manusia badan hukum hanya dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan organnya. Bagaimana tata cara organ badan hukum yang terdiri dari manusia itu bertindak mewakili badan hukum, bagaiman organ itu dipilih, diganti dan sebagainya, diatur dalam anggaran dasar dan peraturan-peraturan lain atau keputusan rapat anggota yang tiada lain dari pada pembagian tugas. Dengan demikian badan huku mempunyai organisasi.
Pada akhirnya yang menentukan suatu badan/perkupulan/perhimpunan sebagai badan hukum atau tidak adalah hukum positif yang berlaku pada suatu daerah/Negara tertentu, pada waktu tertentu dan pad masyarakat tertentu. Misalnya di Perancis dan Belgia, hukum positifnya mengakui Perseroan Firma sebagai badan hukum, sedangkan di Indonesia hukum positifnya tidak mengakuinya sebagai badan hukum
Syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum, himpunan/perkupulan/badan itu harus mendapat izin dari pemerintah cq. Departemen Kehakiman (d/h Gubernur Jendral – pasal 1 Stb. 1870 No. 64)

F.                                          Perbuatan Badan Hukum
Sebagaimana dikatakan badan hukum adalah subyek hukum yang tidak berjiwa seperti manusia, karena itu badan hukum tidak dapat melakukan perbuatan-perbiatan hukum sendiri, melainkan harus diwakili oleh orang-orang manusia biasa. Namun orang-orang ini bertindak bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dan atas nama hukum. Orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum ini disebut “organ” (alat perlengkapan seperti pengurus, direksi dan sebagainya) dari badan hukum yang merupakan unsure penting dari organisasi badan hukum itu.

Organ dari badan hukum itu berbuat dan apa saja yang harus diperbuatnya serta apa saja yang tidak boleh dilakukan, lazimnya semua ini ditentukan dalam anggaran dasar hukum yang bersangkuatan maupun dalam peraturan lainnya. Dengan demikian organ badan hukum tersebut tidak dapat berbuat sewenang-wenag, tetapi dibatasi oleh ketentuan-ketentuan intern yang berlaku dalam badan hukum itu, baik yang termuat dalam anggaran dasar maupun peraturan lainnya.

Tindakan badan hukum yang melewati batas yang ditentukan, tidak menjadi tanggung jawab badan hukum, tetapi menjadi tanggumh jawab pribadi organ yang melampaui batas, kecuali tindakan itu menguntungkan badan hukum, atau organ yang lebih tinggi kedudukannya kemudian menyetujui tindakan itu. Dan persetujuan organ kedudukannya lebih tinggi ini harus dalam batas-batas kompetensinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam pasal 1656 BW yang menyatakan:”segala perbuatan, untuk mana para pengurusnya tidak berkuasa melakukannya, hanyalah mengikat perkumpulan sekadar perkumpulan itu sungguh-sungguh telah mendapat manfaat karenanya atau sekadar perbuatan-perbuatan kemudian telah disetujui secara sah”               .Kemudian pasal 45 KUH Dagang menyatakan :
1.       “Tanggung jawab para pengurus adalah tak lebih dari pada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya; merekapun karena segala perikatan dari perseroan, dengan diri sendiri tidak terikat kepada pihak ketiga”.
2.       “Sementara itu, apabila mereka melanggar Sesuatu ketentuan dalam akta, atau tentang perubahan yang kemudian diadakannya mengenai syarat-syarat pendirian, maka, atas kerugian yang karenanya telah diderita oleh pihak ketiga, mereka itupun masing-masing dengan diri sendiri bertanggung jawab untuk seluruhnya”.
Jadi jelas dalam hal organ bertindak diluar wewenangnya, maka badan hukum tidak dapat dipertanggung jawabkan atas segala akibatnya, tetapi organlah yang bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga yang dirugikan. Badan hukum yang semula diwakili organ itu tidak terikat dan tidak dapat dimintakan pertanggungjawabkan oleh pihak ketiga.

Lain halnya kalau organ itu bertindak masih berada dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya, meskipun terjadi kesalahan yang dapat dikatakan perbuatan melanggar hukum (onrechtsmatige daad), badan hukum tetap bertanggungjawab menurut pasal 1365 BW. Demikian sebagian pendapat besar ahli-ahli hukum, seperti Paul Scholten.  

No comments:

Post a Comment