Profil: DR Rita Anugrah
No Nothing
Oleh Yofika Pratiwi.S.
Kesukaannya dibidang kesenian tak diragukan lagi.
Rita Anugrah sejak Sekolah Menengah atas mulai serius menekuni bidang tarik
suara dengan ikut vokal grup di sekolahnya SMA N 1 Tanjung Pinang. Hanya dengan
empat personil, dan satu-satunya wanita, ia pernah memenangkan berbagai
lomba.”Kita juara se-Kotamadya Tanjung Pinang, Se Provinsi Riau kita juara
dua,” ujar perempuan melayu ini. Karena perempuan satu-satunya dalam kelompok
paduan suaranya, ia memperoleh penghargaan.
Saat memasuki dunia perkuliahan ia juga masih
tetap menggeluti bidang tarik suara. Dengan pelajaran yang ekstra berat, ditambah
lagi jurusan akutansi yang belum dimiliki Fakultas Ekonomi jurusan Akutansi, ia
tetap mengikuti kegiatan diluar perkuliahan. Saat berada di semester awal ia
ikut paduan suara. Saat itu pun ia bersama temannya banyak meraih juara
diberbagai perlombaan.”Kita pergi kemedan kita dapat juara dua tingkat se
Sumatra Porseni Mahasiswa, ” kenangnya. Bahkan di tingkat fakultas ia juga
meraih juara di berbagai lomba.
Namun itu bukanlah cita-cita yang ingin ia tekuni
kelak. Bahkan kini ia sudah tak lagi mengasah kemampuan bernyanyinya itu.
”Sekarang ga lagi paling karaoke ibu-ibu lah, ujarnya sembari tertawa.
Sedari kecil ia bercita-cita menjadi seorang
hakim. Profesi pemegang palu di meja hijau yang ia sukai ini hanya bertahan
sebentar di hatinya. Kemudian saat memasuki jenjang SMA ia kembali bercita-cita
sebgaia seorang dokter. Apa yang dia harapkan ternyata tak bisa terwujud.
”SMA saya tes kedokteran ga lulus, kata
wanita kelahiran Rengat, 27 Maret 1961 ini.
Siapa sangka kalau ternyata sekarang bekerja tak
sesuai dengan apa yang ia harapkan dulu. Kini Rita bekerja sebagai pengajar di
Universitas Riau Fakultas ekonomi jurusan Akutansi.
Belajar dengan Sabar
Hal itu karena arahan sang ayah yang begitu kagum
kepada dosennya yang seorang dosen akutansi. Akhirnya ia menyukai pilihan sang
ayah. ”Saya pilih akutansi karena kayak-kayaknya, orangnya sibuk susah orang
takut, segan,” ujar alumnus Unri 1988 ini.
Kuliah di jurusan akutansi pada saat itu adalah
hal yang berat. Karena masih dibawah naungan Universitas Sumatera Utara, Unri
yang belum memiliki jurusan akutansi mengharuskan mahasiswanya belajar di dua
kota. ”Tahun 85 kuliah semester 9, harus belajar kembali semester tujuh di
Medan bersama duapuluh orang teman lainnya, ” kenang ibu dari dua putri ini.
Setelah itu barulah ia meraih sarjananya.
Perempuan ramah ini memang tak pernah bercita-sita
menjadi dosen. ”Dulu saya ga kepengen jadi dosen,” kenangnya. Tanpa ia
rencanakan Fakultas yang ia naungi ingin membuka jurusan akutansi. Karena ia
merupakan salah satu alumni maka lebih diprioritaskan menjadi dosen. Sejak itu
Rita resmi menjadi dosen almamaternya.
Setelah
menjadi dosen ia pun ingin menimba ilmu lebih dalam di bidang akutansi. Tahun
1989 ia lulus sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Namun karena
merasa kurang tertantang ia urung melanjutkan perkuliahan di salah satu
universitas terbaik Indonesia itu. ”Luar negeri lebih exacited. Karena kalau
keluar negeri kan kita bisa pergi keluar(berbagai negara) juga, saya kan
suka traveling ,”kata perempuan hitam manis ini.
Karena kemampuan bahasa inggris yang baik dari
sang ibu yang merupakan guru bahasa inggris, dan kemampuannya juga di bidang
akutansi ia lulus mendapatkan beasiswa ke Amerika. ”Saya berdua sama Dr. Ria
Nelita (adik kandungnya) lulus tes. Rita berkuliah di Cleveland statr
University, Ohio USA.
Ia tak mengalami kesulitan yang berarti karena
mahir berbahasa asing. Tapi hal yang membuatnya bingung, dikarenakan ia tak
bisa menggunakan komputer. ”Saya ga tahu apa-apa tentang komputer, apalagi
tugasnya membuat program” kenangnya. Dengan bantuan temannya yang merupakan
alumnus UGM, yang juga berkuliah di Ohio,
ia pun berhasil melalui semua hambatan yang ada.
Di situlah ia merasa betapa orang yang berada di
daerah begitu tertinggal dengan orang yang dekat dengan pusat pemerintahan (pulau
Jawa). ” Bayangkan anak UGM udah baca buku yang dibaca orang amerika, jadi
dia baca satu kali kita baca lima kali. Tidur 12 kita 4 jam, ” kata perempuan yang menghabiskan masa kecilnya di kota Tanjung Pinang ini.
Semua kiat-kiat belajar yang baik ia lakukan saat berkuliah di negara Paman
Sam itu. Akhirnya itulah yang membuatnya berhasil di wisuda untuk kedua
kalinya.
Lonely
Inilah perjuangan meraih pendidikan
yang teramat sulit baginya. Ia mulai berkuliah tahun 1997 dan akhirnya di
wisuda di tahun 2005. ” S3 amat sangat lonely,” katanya. Hal itu dikarenakan ia
harus mengerjakan berbagai tugas tanpa dampingan keluarga dan beratnya untuk
membuat desertasi.
Pembimbing yang begitu tegas
membuatnya sempat berputus asa. ”Pembimbing kita itu ternyata hanya nanya-nanya aja. Dia bilang, You
read more than me, should read more than me, you should tell me. Maybe I can
gift you my opinion . But decide by yourself, its your decision because its
your dissertation. Its your, not my mind. I just help you, “ucapnya
menirukan.
Baginya untuk meraih gelar Doktor bukan
karena kepintaran, namun sebuah
kesabaran. Penyatuan persepsi antara ia dan pembimbing merupakan kunci dari
keberhasilannya meraih gelar doktoral. Akhirnya rasa lonely itu berakhir
saat ia diwisuda dan kembali kepelukan dua buah hati dan suaminya.
Bergelut di Organisasi
Selain menjadi staff
pengajar Magister Manajemen, Magister Akutansi dan kelas Internasional yang
akan dibuka Fakultas Ekonomi Unri, ia juga diminta sebagai Akuntan income
PT.Riau Airlines (RAL). Di sela kesibukannnya itu ia juga menjadi ketua Badan Penyelidikan
dan Pengembangan Akutansi Keuangan (BP2AK) FE Unri.
Keberhasilan BP2AK baru-baru ini patut diacungi
dua jempol. Mereka berhasil merekrut alumni-alumni FE untuk dilatih Akutansi
pemerintahan dan diperkerjakan untuk bekerja di Pemprov Riau. ”Sekarang ada
tujupuluh orang disana, dan pemprov merasa terbantu dengan adanya mereka,”ujar
Rita. Bahkan kini beberapa beberapa pemda lainnya meminta BP2AK untuk membantu
mereka. Selain ini badan ini juga melakukan berbagai kegiatan seperti training,
seminar dan pelatihan-pelatihan kepada mahasiswa FE Unri, dan yang membutuhkan
jasa mereka.
Kini ia juga menjadi tim penting dalam tim Dana
Bagi Hasil provinsi Riau. ” Saya bersama pak Mambang Mit, Pak Yafis beserta tim
lain memperjuangkan uang Riau di negara ini, ” ujarnya. Baginya perjuangan ini
akan terus dilakukan agar Riau mendapatkan hak yang seharusnya dimiliki.
Di Pusdatin pun ia memegang jabatan yang penting.
Sebagai Sekretaris Umum terkadang ia juga merasa kurang total karena
kesibukannya yang betul-betul membuncah.”Terkadang banyak yang saya harus
tandatangani mereka telepon saya dulu,” ujarnya. Tapi pengertian para anggota
membuatnya tetap melaksanakan tanggung jawabnya sebagai sekum.
Tantangan Akhir
Berbagai kesibukan yang ia kerjakan terkadang
membuatnya diprotes sang buah hati. Namun ketika hari libur disitulah ia
membayar seluruh kesibukannya selama ini pada sang buah hati. ”Liburan bersama
anak-anak kita kan suka traveling,”ujarnya. Hobinya travelling telah
mengantarkannnya kebeberapa negara seperti, Makaysia,Singapura, Thailand,
Turki, Amreika dan yang lainnya.
Harapan akhirnya adalah
meraih gelar Proffesor. ”Karena bagi saya prestasi akhir dosen yah Profesor,
kalau jabatan struktural kan hanya sementara,”harapnya.
Kesibukannya yang berlipat
ganda membuatnya sulit mnyisihkan waktunya untuk menulis. ”Yah, susah meraih
cum, kalau dibuatkan orang saya ga mau kayak gitu,” ujarnya. Karena baginya
hidup idealis penting dalam dunia pendidikan. Inilah harapan akhir dosen
bersuara merdu ini .
Ia yakin ia bisa
melakukannya. Karena ia berprinsip tak ada yang tak bisa dilakukan. ” No
nothing,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment