Friday, December 28, 2012

No Nothing


Profil: DR Rita Anugrah 
No Nothing
Oleh Yofika Pratiwi.S.



Kesukaannya dibidang kesenian tak diragukan lagi. Rita Anugrah sejak Sekolah Menengah atas mulai serius menekuni bidang tarik suara dengan ikut vokal grup di sekolahnya SMA N 1 Tanjung Pinang. Hanya dengan empat personil, dan satu-satunya wanita, ia pernah memenangkan berbagai lomba.”Kita juara se-Kotamadya Tanjung Pinang, Se Provinsi Riau kita juara dua,” ujar perempuan melayu ini. Karena perempuan satu-satunya dalam kelompok paduan suaranya, ia memperoleh penghargaan.
Saat memasuki dunia perkuliahan ia juga masih tetap menggeluti bidang tarik suara. Dengan pelajaran yang ekstra berat, ditambah lagi jurusan akutansi yang belum dimiliki Fakultas Ekonomi jurusan Akutansi, ia tetap mengikuti kegiatan diluar perkuliahan. Saat berada di semester awal ia ikut paduan suara. Saat itu pun ia bersama temannya banyak meraih juara diberbagai perlombaan.”Kita pergi kemedan kita dapat juara dua tingkat se Sumatra Porseni Mahasiswa, ” kenangnya. Bahkan di tingkat fakultas ia juga meraih juara di berbagai lomba.
Namun itu bukanlah cita-cita yang ingin ia tekuni kelak. Bahkan kini ia sudah tak lagi mengasah kemampuan bernyanyinya itu. ”Sekarang ga lagi paling karaoke ibu-ibu lah, ujarnya sembari tertawa.
Sedari kecil ia bercita-cita menjadi seorang hakim. Profesi pemegang palu di meja hijau yang ia sukai ini hanya bertahan sebentar di hatinya. Kemudian saat memasuki jenjang SMA ia kembali bercita-cita sebgaia seorang dokter. Apa yang dia harapkan ternyata tak bisa terwujud. ”SMA  saya tes kedokteran ga lulus, kata wanita kelahiran Rengat, 27 Maret 1961 ini.
Siapa sangka kalau ternyata sekarang bekerja tak sesuai dengan apa yang ia harapkan dulu. Kini Rita bekerja sebagai pengajar di Universitas Riau Fakultas ekonomi jurusan Akutansi.

Belajar dengan Sabar
Hal itu karena arahan sang ayah yang begitu kagum kepada dosennya yang seorang dosen akutansi. Akhirnya ia menyukai pilihan sang ayah. ”Saya pilih akutansi karena kayak-kayaknya, orangnya sibuk susah orang takut, segan,” ujar alumnus Unri 1988 ini.
Kuliah di jurusan akutansi pada saat itu adalah hal yang berat. Karena masih dibawah naungan Universitas Sumatera Utara, Unri yang belum memiliki jurusan akutansi mengharuskan mahasiswanya belajar di dua kota. ”Tahun 85 kuliah semester 9, harus belajar kembali semester tujuh di Medan bersama duapuluh orang teman lainnya, ” kenang ibu dari dua putri ini. Setelah itu barulah ia meraih sarjananya.
Perempuan ramah ini memang tak pernah bercita-sita menjadi dosen. ”Dulu saya ga kepengen jadi dosen,” kenangnya. Tanpa ia rencanakan Fakultas yang ia naungi ingin membuka jurusan akutansi. Karena ia merupakan salah satu alumni maka lebih diprioritaskan menjadi dosen. Sejak itu Rita resmi menjadi dosen almamaternya.
 Setelah menjadi dosen ia pun ingin menimba ilmu lebih dalam di bidang akutansi. Tahun 1989 ia lulus sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Namun karena merasa kurang tertantang ia urung melanjutkan perkuliahan di salah satu universitas terbaik Indonesia itu. ”Luar negeri lebih exacited. Karena kalau keluar negeri kan kita bisa pergi keluar(berbagai negara) juga, saya kan suka traveling ,”kata perempuan hitam manis ini.
Karena kemampuan bahasa inggris yang baik dari sang ibu yang merupakan guru bahasa inggris, dan kemampuannya juga di bidang akutansi ia lulus mendapatkan beasiswa ke Amerika. ”Saya berdua sama Dr. Ria Nelita (adik kandungnya) lulus tes. Rita berkuliah di Cleveland statr University, Ohio USA.
Ia tak mengalami kesulitan yang berarti karena mahir berbahasa asing. Tapi hal yang membuatnya bingung, dikarenakan ia tak bisa menggunakan komputer. ”Saya ga tahu apa-apa tentang komputer, apalagi tugasnya membuat program” kenangnya. Dengan bantuan temannya yang merupakan alumnus UGM, yang juga berkuliah di Ohio,  ia pun berhasil melalui semua hambatan yang ada.
Di situlah ia merasa betapa orang yang berada di daerah begitu tertinggal dengan orang yang dekat dengan pusat pemerintahan (pulau Jawa). ” Bayangkan anak UGM udah baca buku yang dibaca orang amerika, jadi dia baca satu kali kita baca lima kali. Tidur 12 kita 4 jam, ” kata perempuan yang menghabiskan masa kecilnya di kota Tanjung Pinang ini.
Semua kiat-kiat belajar yang baik ia lakukan saat berkuliah di negara Paman Sam itu. Akhirnya itulah yang membuatnya berhasil di wisuda untuk kedua kalinya.

Lonely
            Inilah perjuangan meraih pendidikan yang teramat sulit baginya. Ia mulai berkuliah tahun 1997 dan akhirnya di wisuda di tahun 2005. ” S3 amat sangat lonely,” katanya. Hal itu dikarenakan ia harus mengerjakan berbagai tugas tanpa dampingan keluarga dan beratnya untuk membuat desertasi.
            Pembimbing yang begitu tegas membuatnya sempat berputus asa. ”Pembimbing kita itu ternyata hanya nanya-nanya aja. Dia bilang, You read more than me, should read more than me, you should tell me. Maybe I can gift you my opinion . But decide by yourself, its your decision because its your dissertation. Its your, not my mind. I just help you, “ucapnya menirukan.
            Baginya untuk meraih gelar Doktor bukan karena kepintaran, namun  sebuah kesabaran. Penyatuan persepsi antara ia dan pembimbing merupakan kunci dari keberhasilannya meraih gelar doktoral. Akhirnya rasa lonely itu berakhir saat ia diwisuda dan kembali kepelukan dua buah hati dan suaminya.

            Bergelut di Organisasi

            Selain menjadi staff pengajar Magister Manajemen, Magister Akutansi dan kelas Internasional yang akan dibuka Fakultas Ekonomi Unri, ia juga diminta sebagai Akuntan income PT.Riau Airlines (RAL). Di sela kesibukannnya itu ia juga menjadi ketua Badan Penyelidikan dan Pengembangan Akutansi Keuangan (BP2AK) FE Unri.
Keberhasilan BP2AK baru-baru ini patut diacungi dua jempol. Mereka berhasil merekrut alumni-alumni FE untuk dilatih Akutansi pemerintahan dan diperkerjakan untuk bekerja di Pemprov Riau. ”Sekarang ada tujupuluh orang disana, dan pemprov merasa terbantu dengan adanya mereka,”ujar Rita. Bahkan kini beberapa beberapa pemda lainnya meminta BP2AK untuk membantu mereka. Selain ini badan ini juga melakukan berbagai kegiatan seperti training, seminar dan pelatihan-pelatihan kepada mahasiswa FE Unri, dan yang membutuhkan jasa mereka.
Kini ia juga menjadi tim penting dalam tim Dana Bagi Hasil provinsi Riau. ” Saya bersama pak Mambang Mit, Pak Yafis beserta tim lain memperjuangkan uang Riau di negara ini, ” ujarnya. Baginya perjuangan ini akan terus dilakukan agar Riau mendapatkan hak yang seharusnya dimiliki.
Di Pusdatin pun ia memegang jabatan yang penting. Sebagai Sekretaris Umum terkadang ia juga merasa kurang total karena kesibukannya yang betul-betul membuncah.”Terkadang banyak yang saya harus tandatangani mereka telepon saya dulu,” ujarnya. Tapi pengertian para anggota membuatnya tetap melaksanakan tanggung jawabnya sebagai sekum.

Tantangan Akhir
Berbagai kesibukan yang ia kerjakan terkadang membuatnya diprotes sang buah hati. Namun ketika hari libur disitulah ia membayar seluruh kesibukannya selama ini pada sang buah hati. ”Liburan bersama anak-anak kita kan suka traveling,”ujarnya. Hobinya travelling telah mengantarkannnya kebeberapa negara seperti, Makaysia,Singapura, Thailand, Turki, Amreika dan yang lainnya.
            Harapan akhirnya adalah meraih gelar Proffesor. ”Karena bagi saya prestasi akhir dosen yah Profesor, kalau jabatan struktural kan hanya sementara,”harapnya.
            Kesibukannya yang berlipat ganda membuatnya sulit mnyisihkan waktunya untuk menulis. ”Yah, susah meraih cum, kalau dibuatkan orang saya ga mau kayak gitu,” ujarnya. Karena baginya hidup idealis penting dalam dunia pendidikan. Inilah harapan akhir dosen bersuara merdu ini .
            Ia yakin ia bisa melakukannya. Karena ia berprinsip tak ada yang tak bisa dilakukan. ” No nothing,” ujarnya.




No comments:

Post a Comment