Thursday, November 24, 2016

Jalan jalan dari Pekanbaru ke Palembang



Jembatan Ampera Malam Hari


Desember 2015, cuti telah disetujui, rencana liburan berkumpul bersama keluarga telah disusun. Eh semua meleset Ay bilang harus ke Palembang. Jadilah aku diboyong ke Palembang. Ga apalah nemanin suami sebagian dari iman, gubrak.

Ternyata eh ternyata tak ada penerbangan langsung Pekanbaru-Palembang, ih ga hebat banget ya. Malang banget deh tinggal di Sumatera ini apa-apa harus pake transit. Sile pilih transit Batam or Jakarta. Kita pilih transit Hang Nadim Batam. Tanggal 28 kita berangkat menuju  Batam penerbangan menggunakan citilink, mahal banget deh tiket jelang tahun baru. Penerbangan Pekanbaru-Batam-Palembang selama satu jam jadi totalnya kita mengudara 2 jam.

Tiba di Sultan Mahmud Badarudin II udah sore aja, langsung kita cek bagasi. Huaa rusuh banget, banyak tempat yang kosong disepanjang pengambilan bagasi tapi semuanya pada menumpuk dan berdesakan di mulut keluarnya barang-barang keluar. Satu dan yang lain saling teriak itu barangmu itu barangku. "Woles woi!. Agak terkejut sih secara di tempat lain ga begitu amat santai aja.

Soo, kita naik apa donk ke hotel?

Transportasi

Di Bandara kita bisa milih ada dua jenis taksi punya Angkasa Pura dan AURI, secara kan emang dimana mana di dominasi ya taksi Bandara. Disini juga begitu. Tapi taksinya ga mahal mahal amat argonya dibanding Pekanbaru.
Rute busway

Kalau jalan sana-sini terkadang kami juga pakai bluebird, disini banyak taksi kok, ya lumayan juga buat kantong. Perdebatan suami yang selalu maunya simpel ga ribet ya selalu pakai taksi. Kalau aku sih prefer angkutan umum kayak angkot, becak, dan lainnya.  Naik angkot harus waspada karena katanya banyak maling, ongkosnya Rp 4000,- sekali jalan dna tanya dulu arah dan tujuan.  Kalau becak pandai pandai nawar. Berdua kita tawar Rp 20.000,- tapi ya gitu deh becaknya kecil jadilah Ay duduk dibawah. cukup sekali deh. Yang enak itu naik Trans Musi nyaman kalian bisa lihat rutenya di halte. Naik bus ga recomended maling banyak banget. Ok sudah yah aku lanjut ceritanya cussss.

Kami menginap di Red Hotel Planet, murah, nyaman dan bersih. Tapi berhubung jelang tahun baruan harga agak meroket, kalau pengen murah pakai kartu kredit or debit Mandiri dan daftar member. Potongannya lumayan deh. Oh ya hotel ini recomended deh lokasinya ditengah kota, JL Sudirman kemana-mana dekat, ke Jembatan Ampera.

Suasana di dalam Bus


Ay sedang menunggu bus datang di halte

Kita pengen makan dekat jembatan, tapi bingung dimana ya itu Jembatan Ampera. "Mas dimana ya jembatan ampera?" tanyaku. Antara dijawab dan tidak sama resepsionis duh, peta juga ga ada. Harusnya Dinas Pariwisata meniru negara luar setiap hotel disediakan peta, jadi wisatawan ga pada bingung. Ya kan juga sekaligus promo daerah nambah income.

Jadilah kita makan dekat hotel, makan sate dan soto. Mak jang mahalnya. Sate ayam harganya 30ribu euy, cuma 8tusuk, ayam loh soto kambing 40ribu perasaan makan se Indonesia yang paling mahal tu di Riau itu di pinggir jalan loh. Huhhhhh, ya sudahlah.

Hal yang pertama ga lupa dilakuin adalah ngunjungi teman teman Penghubung Komisi Yudisial Palembang. 


Bersama Ummi Zaimah, Martindo, Bang Erland dan Martindo

Jakabaring

Jakabaring terletak dibagian hulu Palembang. Pembangunan kota ini diperluas di bagian hulu, ya ampun suer deh iri ngelihatnya. Riau tertinggal,  bangunan dari Sea Games terawat dan jadi tempat wisata. Beda dengan Riau yang tak terpakai lagi dan semuanya rusak sisa peninggalan PON. Juga akan dibangun MRT ya Allah kapan ya di Riau. Iri banget deh Pak Gubernur, Pak Walikota hayoo donk.
Di depan Jakarabaring

Di Jakabaring kami melihat stadion, danau dan foto foto aja deh udah. Makasih banget deh tim sukses Bang Erland dan Martindo yang nganterin ke Jaka Baring dan Mesjid Chengho.


Mesjid Cheng Ho

Kalau ke Jakabaring sekalian lewatin ke Mesjid Chengho, nuansanya serba merah, namun kalau kesana ga ada sih penjelasan tentang sejarah mesjid itu sendiri . Masjidnya tampak bersih, namun disekitar pekarangan kurang perawatan . 


Masjid tampak dari gerbang samping





Mesjid Cheng Ho tampak depan 



Jembatan Ampera

Ini merupakan titik nol antara hulu dan hilir Palembang, itu sih kata Tindo kalau salah marahin dia aja ya. Di bawah jembatan ini yang seru, sebenarnya apalah arti sebuah jembatan yak. Disini kita bisa makan di dalam perahu, pada siang hari. Di dekat jembatan jangan lewatkan ada Benteng Kuto Besak, ada pula Museum dan juga dekat dengan Mesjid Agung Palembang.

Jembatan Ampera 


Bisa menggunakan kapal kecil untuk menyebrang ke Pulau KAmaro


Kami sempatkan makan pindang diatas kapal/warung terapung
Museum Palembang 

Pasar 16 Hilir

Semuanya itu sekali mendayung aja keliling hanya berjarak 200 -300 meter satu ddengan yang lain. Tak lupa juga dekat dengan Pasar 16 Hilir. Dipasar bisa menjumpai penjual songket walau ga terlalu banyak, karena yang banyak di belakang Ramayana kabarnya tapi aku ga kesana karena songket hadiah nikah aja banyak belum diapa apain. Pasar 16 ga recomended buat beli oleh oleh, kalau mau beli kemplang atau amplang belinya di Pasar Cinde saja, dari Jembatan Ampera bisa menggunakan Trans Musi atau becak dan angkot.


Pempek dan Martabak Har

Aku sih kurang suka ya kalau martabaknya, yang jual banyak banget dengan nama, merk dan plang nyaris tak berbeda. Harganya Rp 13.000,- disitu juga bisa pesan nasi samin dan semua jenis nasi dan kudapan Arab. Nasi Saminnya sih lumatan kalau ini letaknya masih di jalan Sudirman.

Nah kalau pempek beda lidah beda rasa, kami belanja ke pempek candy mei mei, dan aku sama sekali tidak suka rasanya. Lebih enak pempek yang dijual dipasar. Makanya aku lebih memilih pempek Raden. Kata orang Palembang sekarang ini pempek Candy itu membuka cabang dimana-mana bisa franchise. Mungkin ini yang mengurangi rasa.

Untuk ke Jembatan Ampera, Pasar Hilir 16 dan Martabak Har dari Red Planet bisa sekali jalan saja naik angkot warna merah atau naik bus Trans Musi.

Pindang

Aku tak begitu suka, namun coba paksain merasakan makan pindang di rumah makan terapung alias kapal yang menjual menu makan siang. Dan ternyata enak banget rasanya, seperti tomyam abis dan malah lebih enak. Jadilah kami berburu Pindang. Dan kuberanikan memakan tempoyak pindang di kedai favorit Tindo dna Bang Erland. Tempatnya sih biasa aja, kelihatannya, namun antrian panjang, mobil dan motor.



Disini kita disajikan sambal mangga, plus lalapan yang super lengkap mulai dari kemangi, petai, terong, daun jambu bol dan macam lagi. Yang luar biasa maknyus tu sambalnya, dan pindang tempoyak. Tak ada sedikitpun rasa durian menyengat. rasa asam durian yang halus pulus kuah pindnag seperti tomyam, duh nulisnya aja masih kerasa lidah ngecess. Beda dengan pindang yang biasa aku rasaain dimana mana itu ternyata fake, palsu dna disini rajanya. Ini makanan terbaik yang harus dicoba dan wajib.




Pindnag Gabus

Lalapan Palembang 




Pindang Patin


Kulineran kami lakukan dibeberapa tempat seperti mie celor, laksan dan banyak lagi. Palembang ternyata surga kuliner, dan kita harus berani mencoba beragam menu baru disini. Tapi kami tka mengunjungi Pulau Kamaro karena fisik sudah sangat lelah dan sakit mendera di hari akhir. Tap apalah mungkin nanti lain waktu. Kalian harus menjadikan Palembang list berburu kuliner ya travelers.
































No comments:

Post a Comment